Kamis, 20 Juni 2013

Ini Foto Bumi Pertama dari Ruang Angkasa

Asal Anda tahu, foto ini sudah berusia 53 tahun.

ddd
Sabtu, 6 April 2013, 06:51 
Citra Bumi dari luar angkasa
Citra Bumi dari luar angkasa (blogspot.com)

 Google+
VIVAnews - Saat ini, kecanggihan satelit cuaca dapat menampilkan kondisi Bumi secara real time, bahkan melalui pencitraan yang detail.

Pernahkah Anda membayangkan, bagaimana citra Bumi pertama kali dilihat dari ruang angkasa?

Pencitraan pertama itu diambil oleh satelit cuaca milik Badan Antariksa Amerika Serkat (NASA), TIROS-1 (Television Infrared Observation Satellite) pada 1 April 1960.

Meski foto yang dihasilkan belum begitu spektakuler, namun pengambilan foto Bumi ini sangat bersejarah, sekaligus membuka jalan penggunaan satelit untuk kepentingan survei cuaca global.
Foto Bumi pertama yang ditangkap satelit TIROS. (NASA)

Dilansir Huffingtonpost, 5 April 2013, satelit TIROS-1 yang seukuran barel bir saat itu hanya menjelajahi langit selama 78 hari.

Satelit tersebut juga mampu menangkap pemandangan pertama topan tropis. Pemandangan ini memberikan informasi berharga bagi para ilmuwan soal fenomena alam itu.

Uniknya, saat itu NASA belum begitu menyadari potensi eksplorasi ruang angkasa.

Dalam keterangan resminya, NASA mengatakan, program TIROS hanyalah uji coba untuk menentukan apakah satelit dapat berguna untuk studi Bumi atau tidak. Pasalnya, pada waktu itu, efektivitas pengamatan satelit belum terbukti, mengingat satelit masih dianggap teknologi baru.

Prioritas pertama program TIROS adalah pengembangan sistem informasi satelit meteorologi. Prakiraan cuaca dianggap aplikasi yang paling menjanjikan dari pengamatan berbasis ruang angkasa.

"TIROS terbukti sangat sukses. Satelit inilah yang pertama kali memberikan perkiraan cuaca yang akurat berdasarkan data yang dikumpulkan dari ruang angkasa, " jelas NASA.

Selanjutnya, TIROS melanjutkan cakupan cuaca Bumi pada tahun 1962, dan digunakan oleh ahli meteorologi di seluruh dunia.

Keberhasilan program ini didukung oleh berbagai jenis instrumen dan konfigurasi orbital mengarah pada pengembangan satelit pengamatan meteorologi yang lebih canggih.

Hingga tahun 1965, sudah ada lebih dari sembilan satelit TIROS yang diluncurkan, sebelum satelit itu diganti seri program satelit ESSA (Environmental Science Services Administration). Terima kasih, TIROS.


Satelit TIROS-1. (weebly.com)

Kode Gen Manusia Bisa Telusuri Keberadaan Alien?

Kode genetik diciptakan di luar Tata Surya sejak miliaran tahun.

Selasa, 2 April 2013, 15:20 
Kode genetik diciptakan di luar Tata Surya sejak miliaran tahun.
Kode genetik diciptakan di luar Tata Surya sejak miliaran tahun. (solarsystem.nasa.gov)

Google+
VIVAnews - Menguak misteri keberadaan mahluk hidup di luar Bumi (alien) terus dilakukan para ilmuwan dengan berbagai riset dan studi.

Dua ilmuwan baru-baru ini membuat pernyataan mencengangkan, bahwa bukti keberadaan kehidupan di luar Bumi dapat ditelusuri dari dalam diri manusia, yaitu kode genetik.

Kedua ilmuwan itu adalah Vladimir I. shCherbak, pakar matematika dari Al-Farabi Kazakh National University of Kazakhstan, dan Maxim A Makukov dari Institut Fesenkov Astrophysical.

Dilansir Discovery Channel, 2 April 2013, keduanya menganalisa peta kode genetik manusia untuk mengetahui apakah keistimewaan gen. Namun, kedua ilmuwan berhipotesis bahwa dalam kode genetik manusia tertanam sinyal cerdas.

Sinyal itu akan menjadi pesan matematika dan semantik yang tidak dapat dijelaskan oleh teori evolusi Darwin.

Mereka menyebut kode ini sebagai "biologi SETI".

Mereka berpendapat, skema kode gen ini memiliki umur panjang yang jauh lebih besar dan berkesempatan untuk mendeteksi kehidupan di luar Bumi, melampaui deteksi transmisi radio.

"Setelah ditetapkan, kode itu mungkin tidak akan berubah selama rentang waktu kosmologis. Faktanya, kode gen itu dikenal sebagai konstruksi yang tahan lama," tulis ilmuwan dalam Jurnal Icarus.

"Karena itu, kode gen ialah penyimpanan yang sangat andal untuk ciri khas kecerdasan," imbuhnya.


Rekam jejak urutan genom manusia dalam peta antara nukleotida dan asam amino DNA.

Agar lulus uji, setiap pola dalam kode genetik harus sangat signifikan secara statistik, dan memiliki fitur-fitur kecerdasan yang berbeda dengan proses alamiah yang diketahui selama ini.

Dalam analisis detail, keduanya berpendapat genom manusia menampilkan jenis yang sangat presisi dalam peta antara nukleotida dan asam amino DNA.

"Pengaturan sederhana dari kode ini mengungkapkan sebuah kesatuan dari pola hitung dan ideografik bahasa simbolis," ujar keduanya.

Kesatuan itu mencakup penggunaan notasi desimal, transformasi logis, dan penggunaan simbol abstrak nol.

"Akurat dan sistematis, pola-pola yang mendasari muncul sebagai produk logika presisi dan komputasi yang tak sepele," tegasnya.

Penafsiran tersebut membawa keduanya pada sebuah kesimpulan tidak masuk akal, bahwa kode genetik, "tampak sudah diciptakan di luar Tata Surya sejak beberapa miliaran tahun yang lalu."

Pernyataan ini mendukung gagasan panspermia, berupa hipotesis bahwa Bumi itu dibenihi oleh kehidupan antarbintang.

Memang Biologi SETI disebutkan bakal bertentangan dengan ilmu pengetahuan karena membawa konsep desain kecerdasan (Intelligent Design)

Teleskop Pemburu 'Planet Bumi' Siap Pakai 2018

Teleskop ini dapat mendeteksi oksigen dan air pada atmosfer planet.

Jum'at, 26 April 2013, 12:27 
Bintang Baru Lahir di Galaksi NGC 2841 (ilustrasi)
Bintang Baru Lahir di Galaksi NGC 2841 (ilustrasi) (space.com)


  Google+
VIVAnews - Perkembangan teknologi memberikan kemudahan dalam menemukan planet layak huni di luar Bumi, setidaknya dalam waktu satu dekade mendatang.

Ya, ini bukan khayalan. Dilansir Scienceworldreport, 25 April 2013, peneliti sudah menyiapkan teleskop canggih, James Webb Space Telescope (JWST).

Konon, teleskop ini dapat mendeteksi sumber kehidupan, oksigen, dan air pada atmosfer planet mirip Bumi di alam semesta.

Hebatnya lagi, penemuan sumber kehidupan itu bisa dilakukan hanya dalam beberapa jam pengamatan, tidak sampai berbulan-bulan, apalagi tahunan. Teleskop itu akan diluncurkan oleh Badan Antariksa Nasional AS, NASA, pada tahun 2018 mendatang.

Pemburuan planet layak huni ini hanya memungkinkan pada white dwarf, atau sisa bintang besar yang mempunyai massa sebanding dengan Matahari dan volume sebanding Bumi.

White dwarf, bintang kerdil putih, merupakan bintang yang dianggap sebagai kandidat yang paling mungkin mendukung planet layak huni.

Peneliti menggunakan spektrum simulasi untuk menguji apakah JWST mampu mendeteksi sumber kehidupan pada atmosfer sebuah planet.

Spektrum sintetik itu direplikasi planet layak huni mirip Bumi yang mengorbit bintang white dwarf. Hasilnya, teleskop itu akan mampu mendeteksi planet tersebut.

White dwarf lebih cenderung merupakan rumah planet mirip Bumi karena bintang ini berlimpah unsur berat pada permukaannya.

Unsur-unsur berat menunjukkan bahwa planet berbatu, seperti Bumi, mengorbit sebuah kelompok yang signifikan dari mereka.

Peneliti meyakini dalam sebuah survei, 500 white dwarf terdekat bisa berisi satu atau lebih planet yang dapat dihuni.

Guna mendeteksi planet tersebut, peneliti memanfaatkan karakteristik unik dari white dwarf, yang memudahkan penemuan planet layak huni.

Atmosfer planet dapat dideteksi dan dianalisis ketika bintang white dwarf meredup dan planet yang mengorbit bintang melintas di depannya.

Karena latar belakang cahaya bintang melalui atmosfer planet, unsur dalam atmosfer akan menyerap beberapa cahaya bintang, yang akhirnya meninggalkan petunjuk kimia. Petunjuk inilah yang akan dideteksi oleh teleskop JWST.

Sedangkan pendeteksian peredupan cahaya pada planet yang mengorbit bintang biasa, akan lebih sulit dilakukan.

"Kesulitannya terletak pada peredupan ekstrim sinyal, yang tersembunyi dalam sorotan cahaya dari bintang induk," kata Dan Maoz, salah satu peneliti dari Tel Aviv University.

"Jika bintang induk merupakan white dwarf berukuran sebanding planet sebesar Bumi, cahaya silau sangat berkurang, dan kita sekarang secara realistis dapat memikirkan tentang keberadaan oksigen," jelasnya.

Namun, saat ini, semuanya masih sebatas wacana dan khayalan. Mari kita tunggu hasil pengamatan JWST pada 2018 nanti.

Tahun 2014, Bumi Dihujani Meteor

Komet Ison diduga kuat menjadi penyebabnya.

ddd
Jum'at, 26 April 2013, 14:01
Hujan meteor Leonid 2012 (ilustrasi)
Hujan meteor Leonid 2012 (ilustrasi)  


  Google+
VIVAnews - Sebuah komet kecil tapi memiliki cahaya yang sangat terang sedang menuju Matahari, dan diduga akan menimbulkan hujan meteor.

Menurut para peneliti, komet yang diberi nama Ison akan memuntahkan debu sekitar 50,8 ton dan memicu hujan meteor di Bumi.

Berdasarkan hasil simulasi komputer, dilansir Discovery News, para peneliti memprediksikan debu-debu komet itu akan sampai ke Bumi pada 12 Januari 2014.

Menurut Bill Cooke, peneliti utama di Meteoroid Environmental Center NASA, di Marshall Spaceflight Center, Alabama, beberapa partikel debu dari komet akan terdorong oleh tekanan sinar matahari.

"Hasil dari dorongan itulah yang memungkinkan partikel debu tertangkap oleh gravitasi Bumi, dan akhirnya jatuh di Bumi," ujar Cooke.

"Partikel debu itu akan menghantam atmosfer Bumi dengan kecepatan 125.000 mph, atau sekitar 201 kilometer per jam. Kemudian akan tampak bintang jatuh di Bumi," tandasnya.

Sementara itu, Paul Wiegert, pakar astronomi dari  University of Western Ontario, Kanada, berpendapat partikel debu itu akan terdeteksi seperti awan biru ketika sampai di langit Bumi.

"Kejadian itu biasa disebut sebagai noctilucent atau awan yang bersinar dan dapat diamati ketika Matahari berada di cakrawala. Kemunculan partikel debu itu akan diam-diam ketika sampai di Bumi," kata Wiegert.


Komet Ison. (Discover Magazine)

Saat ini, posisi komet Ison masih sekitar satu juta kilometer dari Matahari. Diperkirakan pada 28 November 2013, komet Ison mencapai jarak terdekat dengan matahari.

"Untuk sampai ke Bumi masih beberapa bulan setelahnya. Kini komet itu masih berjarak 450 juta kilometer dari Bumi, diperkirakan akan mencapai 65 juta kilometer pada 26 Desember 2013," ungkap Cooke.

Komet Ison pertama kali ditemukan oleh astronom amatir asal Rusia pada September 2012. Nama Ison merupakan kepanjangan dari International Scientific Optical Network, yaitu teleskop yang digunakan saat menemukan komet Ison.

Ditemukan Lagi, Planet yang Mungkin Bisa Dihuni Manusia

Tapi, planet ini sangat jauh dari Bumi.

ddd
Minggu, 21 April 2013, 05:02 
Planet-planet yang berpotensi mirip Bumi
Planet-planet yang berpotensi mirip Bumi (NASA/Ames/JPL-Caltech)
BERITA TERKAIT

r
 Google+
- Di tengah berbagai kekacauan yang terjadi di Bumi, sejumlah peneliti menemukan harapan adanya planet yang mungkin bisa dihuni manusia. Sejauh ini, tiga planet dinilai jadi kandidat terbaik yang diduga memiliki habitat, di luar sistem tata surya. Tapi, mereka sangat jauh dari Bumi.

Dalam pengumuman, Kamis 18 April lalu, peneliti menyebut planet itu adalah Kepler-62e, Kepler-62f, dan Kepler-69c. Satelit Kepler milik Badan Antariksa Amerika (NASA) menemukan trio planet ini saat mengamati lebih dari 150.000 bintang dengan harapan menemukan planet mirip Bumi, demikian dilaporkan CNN.

Dua planet --Kepler-62e dan Kepler-62f-- merupakan objek penelitian utama dari ilmuwan dan hasilnya diterbitkan di jurnal Science, Kamis lalu. Keduanya merupakan bagian dari sistem tata surya dengan lima planet. Induk tata surya atau bintang sistem ini dinamai Kepler-62 dan mirip Matahari.

Planet ketiga diduga juga berpotensi bisa dihuni, tapi tidak diteliti dalam studi Science. Penelitian planet ini dan sistemnya itu dipublikasikan di The Astrophysical Journal.
Tiga planet ini terletak pada "zona habitat". Zona habitat merupakan jarak planet dengan bintangnya yang seperti Bumi terhadap Matahari.

"Dengan temuan ini, semakin banyak kami menemukan planet seperti Bumi. Bumi jadi kurang spesial," kata Thomas Barclay, ilmuwan Kepler di Bay Area Environmental Research Institute, Sonoma, California.

Meski begitu, manusia masih harus berpikir keras bagaimana cara ke sana. Jarak Bumi dengan Bintang Kepler-62 saja 1.200 tahun cahaya. Sementara itu, jarak Bumi ke Bintang Kepler-69, yang jadi pusat Kepler-69c, adalah 2.700 tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam ruang hampa selama setahun. Mendekati 6 triliun mil.

Seperti apa planet-planet itu?

Kepler-62f kemungkinan lebih berbatu dan kecil kemungkinan planet itu terbuat dari gas, kata William Borucki, peneliti utama Kepler di NASA Ames Research Center.

Lebih besar 40 persen dibanding Bumi, planet ini dinilai paling potensial mirip planet Bumi.
Planet ini, menurut Borucki, kemungkinan berbatu, dengan kutub yang dilengkapi daratan dan air. Planet ini mengorbit bintangnya dalam 267,3 hari, hampir sama dengan Bumi.

Jika Anda berdiri di atas Kepler-62f, bintang di langit akan terlihat lebih besar ketimbang penampakan Matahari dari Bumi. "Level pencahayaan sama seperti saat berjalan di atas Bumi saat mendung," jelas Borucki.

Sementara itu, Kepler-62e diperkirakan 60 persen lebih besar dari Bumi dan lebih dekat ke bintang dibanding Kepler-26f.

Kemungkinan, imbuhnya, planet ini adalah "dunia air" dengan mayoritas terdiri atas lautan yang dalam. Dia mengitari bintangnya satu putaran dalam 122,4 hari.

"Semua planet yang kami temukan itu sedikit berbeda dengan planet-planet yang ada di tata surya kita," kata Borucki.

Selanjutnya, Kepler-69c memiliki ukuran 70 persen lebih besar dari Bumi. Kemungkinan, planet ini pun merupakan dunia air dengan lautan dalam. Planet ini menarik perhatian peneliti, karena dia merupakan planet terkecil yang mengorbit di zona habitat.

Barclay menjelaskan, kemungkinan planet itu bukan planet bebatuan dan lebih hangat dari Bumi, mirip Venus. "Kalaupun ada kehidupan di sana, kemungkinan tidak akan sama dengan apa yang kami temukan di dunia ini," imbuhnya.

TEKNOLOGI

Seperti Film 'Armageddon', NASA Akan Hampiri Asteroid

Pemerintah AS siap mengalokasikan US$100 juta.


Senin, 8 April 2013, 10:55
Asteroid
Asteroid (NASA)

 Google+
Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA, kemungkinan akan mendapat dana hibah dari pemerintah AS sebesar US$100 juta, setara Rp974 miliar, untuk merealisasikan proyek pengerjaan pesawat robotik khusus.

Kabarnya, pesawat itu akan dipakai untuk "menjebak" asteroid dan memboyongnya ke orbit bulan pada tahun 2019 mendatang. "Ini adalah bagian dari apa yang akan menjadi program yang lebih luas," kata Senator Bill Nelson, seperti dilansir The Verge, 8 April 2013.

"Misi ini menggabungkan ilmu tentang penambangan asteroid sekaligus mempelajari bagaimana cara membelokkannya, juga semakin mengembangkan kemungkinan-kemungkinan manusia untuk pergi ke Mars," jelasnya.

Setelah itu, pada tahun 2021, astronot akan mengirimkan kapsul Orion NASA dan Sistem Roket Peluncuran Luar Angkasa ke asteroid untuk memulai riset dan eksplorasi objek tersebut.

Washington Post mengabarkan, misi ini bahkan bisa dimulai lebih cepat dari yang dijadwalkan, mungkin akan maju pada awal tahun 2017.

Terdengar seperti adegan di dalam film Armageddon, box office yang diperankan Bruce Willis tahun 1998 silam. Jika melihat misi NASA, aktivitas yang akan terjadi tampaknya kurang lebih memang seperti di dalam film tersebut.

Modul Panel Surya
Tujuan dari projek ini adalah "menjaring" sebuah asteroid dengan panjang 25 meter, yang diperkirakan beratnya mencapai 500 ton.

Donald Yeomans, kepala program Objek Dekat Bumi milik NASA mengatakan, pesawat robotik akan "menjala" asteroid seperti menjala sebuah kantong dengan tali laso.

"Setelah bisa dikendalikan, Anda hanya perlu memasang modul propulsi berbasis tenaga surya untuk menghentikan putaran asteroid pada porosnya, lalu membawanya ke tempat yang Anda inginkan," ujar Yeomans, dilansir Associated Press.
Terdengar cukup mudah. Namun, untuk melakukan itu, "proyek membutuhkan mesin berbasis tenaga surya mutakhir yang baru," ungkap Robert Braun, direktur teknologi NASA.

Dana sebesar US$100 juta akan diambil dari anggaran pemerintahan Obama di tahun 2014, yang akan diumumkan pada pekan ini. Jika melihat misinya, ada kemungkinan proyek ini akan memakan dana lebih besar lagi.

Proposal asli Keck Institute memperkirakan proyek antariksa ini akan memakan biaya US$2,6 miliar, setara Rp25,3 triliun, kurang lebih serupa dengan pendanaan proyek Curiosity ke Mars


4 Miliar Tahun, Usia Cincin Planet Saturnus

Tak lama setelah planet-planet di Tata Surya terbentuk.


Selasa, 2 April 2013, 06:34 
Saturnus
Saturnus (blogit.yle.fi)


Tak ada yang menduga, pesona cincin Saturnus dan bulannya yang cantik ternyata telah berusia sangat tua, lebih dari 4 miliar tahun. Menurut para ilmuwan, objek ini merupakan sisa kosmik dari lahirnya Tata Surya, seperti dilansir oleh Fox News, 2 April 2013.

Temua ini muncul setelah diadakan studi observasi dari pesawat ruang angkasa NASA, Cassini, yang mengorbit di Saturnus. Dari hasil pencitraan yang dikumpulkan, kuat dugaan bahwa cincin planet serta bulannya terbentuk bersamaan dengan pembentukan badan planet-planet di sistem Tata Surya, sesaat setelah Matahari mengawali kehidupan.

"Mempelajari sistem Saturnus, membantu kita memahami secara kimia dan fisika evolusi dari seluruh Tata Surya kita," ujar seorang ilmuwan Cassini, Gianrico Filacchione dari Italy National Institute for Astrophysics di Roma.

"Kami paham, bahwa untuk memahami evolusi ini kami tidak hanya mempelajari bulan atau cincin sebagai satuan, tapi melihat bagaimana hubungan keduanya terjalin," jelas dia.

Filacchione dan timnya menganalisa data dari yang terlihat oleh Cassini dan pemetaan inframerah dari Spectrometer atau VIMS, untuk memahami penyaluran air es dan warna di seputar cincin Saturnus dan bulan-bulan di sekitarnya.

Perbedaan warna pada cincin dan bulan menandakan bukti materi organik bukan air. Sementara air es adalah petunjuk penting linimasa yang membentuk formasi sistem Saturnus, kata para peneliti.