Sabtu, 05 Maret 2011

Astronom Siap Saksikan Lahirnya Galaksi Baru
Di antaranya, dari mana galaksi berasal dan bagaimana alam semesta terbentuk pada awalnya.

Desain teleskop CCAT yang sedang dikembangkan di pegunungan Andes, Chile. (space.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Sebuah fasilitas teleskop sedang disiapkan untuk memantau ruang angkasa demi menyaksikan lahirnya galaksi ataupun bintang baru.

Cerro Chajnantor Atacama Telescope (CCAT), yaitu teleskop yang dibangun oleh astronom asal Cornell University, Amerika Serikat itu akan berlokasi di pegunungan Andes, Chile pada ketinggian 5.600 meter di atas permukaan laut.

Teleskop ini nantinya bisa digunakan oleh astronom dari seluruh dunia untuk memecahkan pertanyaan paling mendasar. Yakni, dari mana galaksi berasal dan bagaimana alam semesta terbentuk pada awalnya.

“Karbon di tubuh kita, silikon di komputer, perhiasan emas yang kita berikan pada pasangan, seluruhnya merupakan barang-barang yang diproduksi saat galaksi kita lahir,” kata Riccardo Giovanelli, profesor astronomi asal Cornell, dan ketua tim pengembang CCAT, seperti dikutip dari Space, Kamis 6 Januari 2011. “Hal-hal seperti inilah yang akan dieksplorasi menggunakan CCAT”.

Giovanelli menyebutkan, untuk dapat memahami proses pembentukan bahan-bahan yang dinikmati sekarang, perlu mengetahui bagaimana alam semesta terbentuk.

Teleskop CCAT itu akan memiliki diameter 25 meter dan menggunakan kamera serta spektrometer berukuran besar. Nantinya, teleskop akan dapat mensurvei langit dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang dalam satuan milimeter ataupun sub milimeter yang mampu memberikan kombinasi sensitivitas dan resolusi yang lebih luas.

Dengan kemampuan melakukan survei berskala besar terhadap langit, proyek ini juga akan melengkapi teleskop internasional Atacama Large Millimeter Array (ALMA) yang saat ini sudah mulai dibangun di kawasan yang sama, yakni gurun pasir Atacama, Chile.

Kedua fasilitas ini nantinya akan dapat bekerja secara bersama-sama. CCAT akan bertugas untuk menemukan sumber-sumber baru, sedangkan ALMA melakukan follow up dengan menghadirkan gambar-gambar yang lebih detail
Ilmuwan: Alien Bukan Ancaman untuk Agama
Beda dengan generasi masa lalu, kemajuan teknologi membuat alien tak lagi menakutkan.

Maket yang menunjukkan rupa sebuah alien di Museum of Science, AS (AP Photo)

VIVAnews -- Bukti keberadaan mahluk luar angkasa (alien), yang disampaikan banyak pakar, tidak lagi mencengangkan manusia. Tidak lagi membuat manusia panik. Mengapa? Jawabannya adalah kemajuan teknologi yang begitu pesat.

Psikolog terkemuka, Dr Albert Harrison dari University of California Davis menegaskan bahwa tahun 1961, pemerintah Amerika Serikat memperingatkan bahwa bukti keberadaan alien akan menciptakan kepanikan massal.

Tapi kini peringatan itu tidak relevan lagi. Manusia modern, kata Harrison, justru senang atau bahkan tidak peduli jika keberadaan alien saat ini sudah bisa dibuktikan. Kemajuan teknologi menjadikan berita-berita tentang alien tidak lagi menakutkan.

"Penemuan ETI (extra-terrestrial intelligence) tidak begitu mengejutkan bagi generasi yang terbiasa dengan mesin pengolah kata, kalkulator elektronik, avatar dan telepon genggam," kata Harrison seperti dimuat dalam jurnal ­Philosophical Transactions of the Royal Society.

Generasi teknologi, lanjutnya, "Beda dengan generasi yang tumbuh ditemani mesin tik, penggaris, mistar hitung, telepon umum, dan boneka kain."

Dia menambahkan, orang-orang sudah terbiasa dengan ide ET sejak organisasi pencari Alien, SETI (Search for Extra-Terrestrial Intelligence), mengklaim mendengar sinyal radio alien 50 tahun lalu.

Saking terbisanya dengan alien, setengah populasi AS dan Eropa yakin alien memang ada, dan sebagian bahkan percaya penampakan UFO yang dilaporkan ada hubungannya dengan kedatangan alien ke Bumi.

Artikel kedua dalam jurnal yang sama ditulis oleh Ted Peters, ahli teologi Pacific Lutheran Theological Seminary di Berkeley, California.

Dalam tulisannya, Peters mengatakan, penemuan alien bukanlah ancaman bagi agama-agama di dunia.

Ini berdasarkan hasil survei terhadap 1.300 pemeluk agama berbeda di seluruh dunia. "Jelas, mayoritas pemeluk agama, lepas dari apa agamanya, tidak melihat kontak dengan mahluk angkasa luar sebagai ancaman bagi keyakinan mereka."

Pakar evolusi Professor Simon Conway Morris dari Cambridge University berpendapat sebaiknya. Menurut dia, kemungkinan adanya mahluk cerdas mirip manusia di luar angkasa sangat kecil.

Jika evolusi terjadi di tiap bagian jagad raya, tak mungkin ada penjelajah langit yang datang dari bagian yang lebih tua di alam semesta.

"Itu tidak terjadi, dan tidak akan terjadi. Kita tak pernah dikunjungi mahluk asing, dan tak perlu repot-repot membuat panitia penyambutan untuk mereka." "Mereka tidak ada, dan kita sendiri."

400 Orang Daftar Misi Berani Mati ke Mars
Perjalanan dari Bumi ke Mars diperkirakan hanya makan waktu 10 bulan.

Ilustrasi permukaan Mars (fineartamerica.com)

VIVAnews - Planet Mars diproyeksi menjadi koloni manusia. Kelak, saat Bumi makin rusak dan tak bisa lagi dihuni. Untuk mewujudkan rencana itu, diperlukan sukarelawan yang berani menjadi perinti pertama di planet merah.

Perjalanan dari Bumi ke Mars diperkirakan hanya makan waktu 10 bulan, namun tak ada kesempatan untuk pulang.

Tak hanya menghadapi lingkungan Mars yang tak menentu, tanpa oksigen, tanpa air, sukarelawan juga harus siap menghadapi kondisi keterasingan, jauh dari Bumi dan manusia lainnya. Sebuah kondisi yang belum pernah dihadapi sebelumnya dalam sejarah manusia.

Adakah orang yang nekat mengajukan diri untuk misi ke Mars? Ternyata ada.

Edisi khusus Journal Cosmology menjelaskan secara detil berapa dana yang dibutuhkan untuk sekali jalan ke Mars sekitar 20 tahun mendatang. Sebanyak 400 pembaca menawarkan diri menjadi sukarelawan.

Editor jurnal, Lana Tao mengaku terkejut dengan respon para pembaca. "E-mail yang berisi keinginan menjadi sukarelawan sangat mengejutkan. Awalnya kami mengira ini hanya gurauan, namun setelah menerima banyak surat elektronik yang dilengkapi kualifikasi personal, dan alasan mereka bergabung. Kami sadar, mereka serius," kata dia, seperti dimuat situs FoxNews.com.

Apa yang membuat orang-orang ini mau jadi sukarelawan ke Mars? "Aku punya keinginan untuk menjelajahi alam semesta sejak kecil, dan tahu persis seperti apa kerja roket," kata salah satu sukarelawan, Peter Greaves kepada FoxNews.com. Greaves adalah ayah dari tiga anak.

Greaves menambahkan, "Aku membayangkan kehidupan di Mars akan sangat menakjubkan, menakutkan, sepi, sempit, dan sibuk."

"Tak seperti di Bumi, aku tak bisa lagi duduk di tepi sungai, memandang takjub pemandangan alam, memeluk teman-temanku, menarik nafas dalam di udara yang segar. Tapi pengalamanku akan sangat berbeda dari 6 atau 7 miliar orang di Bumi...ini sepadan dengan apa yang kutinggalkan."

Juga ada di dalam daftar, programer komputer berusia 69 tahun, mahasiswa asal Texas, perawat berusia 45 tahun, pendeta Paul Gregersen, dan pastor Clarno Zion United Methodist Church.

Mereka menyatakan diri siap meninggalkan Bumi secara permanen.

"Sejalan dengan makin membludaknya manusia, satu-satunya hal yang masuk akal adalah mengeksplorasi kemungkinan manusia tinggal di tempat lain di alam semesta," kata pendeta Paul Gregersen.

"Aku punya firasat, masalah spiritual akan muncul di antara para kru. Para penjelajah awal di Bumi juga selalu membawa ulama."

Namun, psikolog yang bekerja untuk Badan Antariksa AS, NASA memperingatkan tak hanya persoalan spiritual yang akan dihadapi para perintis di Mars.

"Ini akan menjadi periode panjang keterisolasian dan kurungan," kata Albert Horrison yang telah mempelajari psikologis astronot sejak tahun 1970.

Ditegaskan dia, kehidupan di Mars tak akan seromantis yang dibayangkan. "Setelah suka cita peluncuran roket, dan sensasi menginjakkan kaki di Mars, akan sangat sulit untuk menghindari depresi. Semua hubungan dengan keluarga, teman, dan segala sesuatu yang akrab, terputus."

Setiap hari, tambah dia, akan berjalan membosankan. Meski dipersiapkan dan dibekali dengan baik dari Bumi, para kru tentu saja akan menghadapi permasalahan tak terduga, yang mungkin tak bisa diatasi. "Satu per satu kru akan tua, sakit, lalu mati."

Horrison mengingatkan, harus ada dukungan publik dan juga politik dalam misi ini. Jika tidak, misi ini hanya akan berakhir dengan kematian.

Tak cukup modal nekat
Siap mental dan berani mengajukan diri sebagai sukarelawan tentu saja merupakan hal yang baik. Namun, tak cukup modal nekat. Juru Bicara NASA, James Hartsfield merujuk pada syarat pengajuan aplikasi astronot yang diposting agen antariksa itu -- meski belum tentu NASA membiayai proyek ke Mars.

Untuk saat ini, persyaratan menjadi astronot adalah: punya gelar sarjana sains, teknik, atau matematika, punya pengalaman profesional.

Para astronot NASA juga harus menjalani 4 sampai 5 tahun pelatihan sebelum terlibat dalam misi luar angkasa. Pelatihan ini termasuk tes fisik yang intensif.

Para calon astronot juga harus mengikuti pelatihan pertahanan air militer sebelum memulai silabus terbang.

Andromeda, Galaksi Rakus Makin Mendekat
Andromeda dan Bima Sakti saling mendekat dengan kecepatan 120 kilometer per detik.

Bima Sakti dan Andromeda sebelum bertubrukan (atas) dan setelah bergabung (bawah). (7coolist.com)

VIVAnews - Andromeda, galaksi besar yang menjadi tetangga galaksi kita diketahui merupakan kanibal luar angkasa. Hingga tumbuh besar seperti sekarang ini, ia telah memakan galaksi lain yang terbang terlalu dekat dengannya. Yang menarik, Andromeda kini semakin mendekat.

Seperti diketahui, Andromeda dan galaksi kita, Bima Sakti, merupakan dua galaksi raksasa di lingkungannya. Andromeda juga merupakan galaksi raksasa terdekat. Jaraknya hanya sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Satu tahun cahaya sendiri berjarak sekitar 9,4 triliun kilometer.

Seperti dikutip dari Msnbc, 1 Februari 2011, Bima Sakti dan Andromeda saling mendekat dengan kecepatan sekitar 120 kilometer per detik dan akan bertabrakan.

Namun demikian, jaraknya yang sangat jauh membuat tabrakan super raksasa ini baru akan terjadi sekitar 3 miliar tahun yang akan datang. Lalu, apakah bumi akan hancur?

Untuk mengetahuinya, astronom menggunakan simulasi superkomputer dan mengkalkulasikan salah satu skenario yang mungkin terjadi saat Andromeda dan Bima Sakti saling beradu.

Video simulasi yang dibuat menggunakan 100 juta partikel virtual. Film yang dibuat menyoroti ruangan dengan sudut pandang selebar sekitar 10 miliar miliar kilometer. Adapun durasi waktu yang direkam oleh simulasi komputer itu mencapai 1 miliar tahun.

“Diperkirakan, bintang-bintang di kedua galaksi, termasuk matahari milik tata surya kemungkinan besar tidak akan saling bertubrukan,” kata John Dubinski, astronom dari Canadian Institute for Theoretical Astrophysics, University of Toronto.

Namun demikian, kata Dubinski, gaya gravitasi milik kedua galaksi kemungkinan akan saling menarik, saling berpelintir, dan membelokkan, hingga setelah satu miliar tahun kemudian, galaksi berbentuk elips yang merupakan kombinasi dari Andromeda dan Bima Sakti lahir.

Setelah penggabungan Andromeda dan Bima Sakti tersebut selesai, proses itu akan menyisakan puing-puing berserakan di antariksa.

Seperti diketahui, sebelum ini, Andromeda menelan galaksi kecil bernama Triangulum. Sekitar 3 miliar tahun lalu, Triangulum bergerak terlalu dekat dengan Andromeda. Bintang-bintang miliknya kemudian dilucuti dan ditarik masuk ke dalam oleh gaya gravitasi raksasa yang dimiliki Andromeda.

NASA Temukan Tata Surya Baru
Dua planet yang lebih dekat ke bintangnya diperkirakan memiliki atmosfir mengandung air.

Ukuran planet Kepler 11b sampai 11g (nationalgeographic.com)

VIVAnews - Kepler, obeservatorium luar angkasa milik NASA menemukan sistem tata surya yang terdiri dari enam buah planet mengitari bintang serupa Matahari. Oleh sejumlah astronom, planet-planet itu disebut sebagai mini Neptunus.

Lima planet baru itu mengorbit dekat dengan mataharinya (Kepler 11), lebih dekat dibandingkan dengan jarak Matahari ke planet Merkurius milik tata surya kita. Adapun planet keenam berada di jarak yang lebih jauh. Kurang lebih berjarak sama dengan jarak Matahari ke Venus.

“Ini merupakan sistem planet yang sangat rapat,” kata Jonathan Fortney, astronom dari Lick Observatory, University of California, Santa Cruz, seperti dikutip dari National Geographic, 4 Februari 2011.

Planet-planet tersebut (diberi nama Kepler 11b sampai Kepler 11g), kata Fortney, berukuran relatif kecil, mulai dari 2 hingga 4,5 kali ukuran Bumi. Selain itu, planet baru yang ditemukan juga ternyata sangat ringan. “Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar planet-planet itu terdiri dari gas,” ucapnya.

Dari penelitian, diketahui bahwa empat dari enam planet itu memiliki atmosfir tebal yang mengandung hidrogen dan helium.

Dua planet yang lebih dekat ke bintangnya memiliki densitas yang lebih tinggi. Diperkirakan, kedua planet ini memiliki atmosfir yang sebagian besar terdiri dari air, dan hanya sedikit hidrogen dan helium.

“Dapat menemukan banyak planet milik sebuah bintang dan dapat mengkalkulasikan kandungan planet itu merupakan anugerah ilmiah,” kata Fortney. “Sama seperti paleontologis yang mempelajari spesies dinosaurus, astronom bisa melihat banyak dunia lain yang lahir bersamaan untuk lebih memahami transformasi planet-planet,” ucapnya.

Kini, kata Fortney, kita bisa melakukan perbandingan ilmiah. “Kita bisa memperkirakan bagaimana evolusi planet-planet telah menyimpang sejalan dengan waktu,” ucapnya.

Astronom Temukan Jejak Cahaya Pertama
Diperkirakan cahaya tersebut datang dari obyek berjarak 13 miliar tahun cahaya dari Bumi.

Ilustrasi big bang, dentuman dahsyat yang mengawali kehidupan. (enorth.com.cn)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Bintang-bintang yang pertamakali muncul di seluruh alam semesta ini sudah lama mati. Akan tetapi, cahaya mereka masih bersinar sehingga masih tetap memberi petunjuk pada kita seperti apa rupa jagat raya saat ia baru lahir.

Sekelompok astrofisikawan yang dikepalai Harvey Moseley, astrofisikawan dari Goddard Space Flight Center, NASA, yakin bahwa mereka telah mendeteksi cahaya lemah datang dari bintang-bintang yang lahir di awal dimulainya waktu.

“Alasan cahaya tersebut sangat lemah karena ia datang dari jarak yang sangat jauh, mereka berada di ujung terjauh alam semesta,” ucap Mosley, seperti dikutip dari Science Daily, 6 Februari 2011.

Mosley menyebutkan, setelah big bang, dentuman maha dahsyat yang diperkirakan menjadi pertanda dimulainya waktu, alam semesta tetap gelap selama 200 juta tahun.

“Kini, dari gambar-gambar yang kami dapatkan, kami dapat melihat cahaya yang datang dari obyek berjarak 13 miliar tahun cahaya dari Bumi,” ucapnya. “Kami melihat apa yang disebut orang sebagai cahaya pertama di alam semesta yang terbentuk setelah big bang.”

Menggunakan gambar-gambar yang diambil oleh Spitzer Space Telescope, astronom pertama-tama menghapus cahaya yang datang dari bintang-bintang atau galaksi lain yang lebih dekat. Setelah bersih, sinar-sinar yang tersisa di latar belakangan diyakini merupakan sinar yang pertama kali muncul.

“Saat masih muda, alam semesta sangat panas, kemungkinan ia penuh dengan objek-objek yang memancarkan cahaya secara lebih intens dibandingkan obyek-obyek luar angkasa saat ini,” kata Alexander Kashlinsky, astrofisikawan NASA lainnya.

Menurut peneliti, obyek yang memancarkan cahaya tersebut bisa jadi merupakan sebuah bintang berukuran ratusan kali lipat lebih besar dibanding Matahari, atau sebuah black hole yang sangat raksasa.

“Apapun obyek itu, gambar-gambar yang didapat membawa kita selangkah lebih dekat untuk memahami bagaimana alam semesta lahir,” kata Kashlinsky.

Peneliti Temukan Bintang Baru di Bima Sakti
Bintang itu kemungkinan besar dicomot oleh Bima Sakti sekitar 700 juta tahun yang lalu.

Aquarius stream, kelompok bintang yang baru ditemukan di dekat konstelasi Aquarius. (cosmosmagazine.com)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Sekelompok bintang baru ditemukan di galaksi Bima Sakti. Menurut tim peneliti internasional, bintang-bintang ini diperkirakan merupakan sisa-sisa dari galaksi kecil tetangga dekat galaksi kita.

Kemungkinan besar, kelompok bintang-bintang ini ditarik oleh kekuatan gravitasi Bima Sakti sekitar 700 juta tahun yang lalu ke dalam Bima Sakti.

“Posisinya sangat dekat dengan Bumi kita,” kata Mary Williams, astrofisikawan dan ketua tim peneliti dari Astrophysical Institute Postdam (AIP) di Postdam, Jerman seperti dikutip dari Cosmosmagazine, 8 Februari 2011. “Meski dekat, kita sulit melihatnya.”

Williams dan timnya menemukan bintang-bintang yang disebut sebagai Aquarius stream - karena dekat dengan konstelasi Aquarius – menggunakan pengukuran berbasis kecepatan radial dari bintang-bintang di kawasan Bima Sakti yang ditangkap oleh Radial Velocity Experiment (RAVE) milik teleskop Schmidt di New South Wales, Australia.

Penelitian RAVE sendiri mengukur kecepatan radial – seberapa cepat sebuah bintang bergerak mendekati atau menjauhi Bumi – dengan cara menganalisa perubahan spektrum yang dipancarkan oleh bintang tersebut dalam kurun waktu tertentu.

Menggunakan data yang ditemukan, Williams dan timnya mendapati bahwa sebuah kelompok yang terdiri dari 15 bintang di konstelasi Aquarius bergerak dengan cara yang jauh berbeda dengan bintang-bintang yang ada di sekitarnya.

“Selain itu, secara astronomi, bintang-bintang ini sangat muda, berusia 700 juta tahun bila dibandingkan dengan bintang-bintang lain di sekelilingnya yang sudah berusia miliaran tahun,” kata Williams. “Menemukan sisa-sisa galaksi yang tersedot seperti Aquarius stream ini semakin memperjelas apa yang sebelumnya hanya merupakan teori dan fakta sebenarnya.”

Seperti sudah dikabarkan sebelumnya, tabrakan Bima Sakti berikutnya dengan galaksi lain adalah dengan galaksi Andromeda, sekitar 3 miliar tahun mendatang.

FOTO: Komet Tempel 1 Dekati Satelit NASA
Meski tidak sampai bersinggungan, komet akan melintas dengan jarak yang sangat dekat.

Komet Tempel 1 yang tengah mendekati satelit ruang angkasa Stardust-NExT milik NASA. (www.space.com)

VIVAnews - Tepat pada 14 Februari 2011, satelit ruang angkasa Stardust-NExT milik NASA akan bersinggungan dengan komet Tempel 1. Meski tidak sampai bertabrakan, akan tetapi keduanya akan melayang dengan jarak yang sangat dekat, hingga 199,5 kilometer saja.

Pertemuan Stardust-NexT dengan Tempel 1 tersebut merupakan kali kedua, komet itu menghampiri satelit ruang angkasa. Pertemuan pertama terjadi pada 4 Juli 2005 lalu. Ketika itu, satelit Deep Impact milik NASA berhasil melontarkan sensor ke arah Tempel 1 sambil mengamatinya.

Komet Tempel 1 sendiri merupakan komet berukuran 7,6 x 4,9 kilometer. Ia mengorbit Matahari dengan periode 5,52 tahun. Disebut Tempel 1 karena ia ditemukan pertamakali oleh Wilhelm Tempel, astronom yang bekerja di Perancis pada 3 April 1867.

Berikut foto: Komet Tempel dekati Satelit NASA yang diambil oleh Deep Impact.

Menurut Joe Veverka, ilmuwan dari Jet Propulsion Laboratory, California, Amerika Serikat, Stardust-NExT sudah mulai mengirimkan gambar-gambar yang diambil pada 18 Januari 2011 saat komet itu berjarak 26,2 juta kilometer dan 19 Januari 2011 ketika jaraknya tinggal 25,4 kilometer.

Setelah 257 Hari, Kosmonot 'Mendarat' di Mars
Ini adalah bagian dari proyek 'Mars 500' yang bertujuan menguji daya tahan manusia.

Simulasi pendaratan manusia di Mars (CNN)
BERITA TERKAIT

VIVAnews -- Setelah 257 hari terkurung dalam kapsul tak berjendela, Senin 14 Januari 2011, dua kosmonot Diego Urbina dan Alexander Smoleevskiy akhirnya 'mendarat' di Mars.

Dengan susah payah mengenakan baju luar angkasa seberat 30 kilogram, mereka ke luar, ke tanah berpasir dan menancapkan bendera Rusia, China, dan Badan Antariksa Eropa di planet merah. Lalu mereka mengambil sample dari tanah.

Namun sayang, itu hanya simulasi -- bagian dari proyek 'Mars 500' yang bertujuan menguji daya tahan manusia dalam misi panjang ke planet terdekat Bumi itu.

"Semua sistem berjalan normal, kru juga dalam kondisi baik," kata Deputi Kepala Badan Antariksa Rusia, Vitaly Davydov, Senin 14 Februari 2011.

Tujuan misi yang paling penting adalah menyiapkan psikologis kru nyata di masa mendatang. Enam sukarelawan rela diisolasi, dikurung selama 520 hari di dalam kapsul, sesuai waktu yang diperkirakan untuk menjelajah 'planet merah' itu. Diprediksi, butuh waktu 250 hari untuk menuju ke Mars, 30 hari menjelajah permukaannya, dan 240 hari waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke Bumi.

Kondisi terkurung ini akan menempatkan para kru dalam kondisi stres. Davydov menggambarkan, percobaan ini sebagai bagian penting dari persiapan untuk penerbangan ke Mars yang diprediksi akan terwujud 20 tahun mendatang.

Enam relawan yang terpilih tak hanya bermodal nekat. Para relawan ini setidaknya bukan orang sembarangan. Romain Charles, 31 tahun, dari Prancis dan campuran Italia-Kolombia, Diego Urbina, 27 tahun, adalah insinyur. Wang Yue, 26 tahun, dari China adalah pegawai di pusat pelatihan luar angkasa China. Sementara Alexey Sitev, kapten dari Rusia bekerja di pusat pelatihan kosmonot negaranya, dua pria Rusia lainnya, Sukhrob Kamolov, 32 tahun, dan Alexander Smoleyevsky, 33 tahun, adalah dokter.

Para sukarelawan berkomunikasi dengan dunia luar melalui surat elektronik dan pesan video--kadang-kadang komunikasi ini sengaja ditahan untuk menghilangkan kesan para sukarelawan ini tak jauh dari pusat kontrol, dari Bumi.

Sehari-hari para sukarelawan menjalani kebiasaan seperti para astronot pada umumnya. Mereka makan makanan kaleng yang biasa disantap di Stasiun Luar Angkasa Internasional dan hanya mandi sekali dalam seminggu.

Ruang simulasi, tempat hidup para sukarelawan yang memiliki lebar 3,6 meter dan panjang 20 meter ditempatkan di sebuah lokasi parkir di Moskow. Di dalamnya ada enam tempat tidur, ruang duduk, dapur dan meja makan, zona kerja, toilet, laboratorium, dan rumah kaca.

Astronom Temukan Calon Planet di Balik Pluto
Tyche, nama calon planet itu berjarak 15 ribu kali lebih jauh dibanding Bumi ke Matahari.

Astronom menemukan bukti adanya 'planet' lain di belakang Pluto. (Corbis)

VIVAnews - Bertahun-tahun lalu, di sekolah kita diajarkan bahwa tata surya terdiri dari Matahari dan 9 buah planet. Akan tetapi, sejak diluncurkannya berbagai teleskop, pesawat, dan satelit, ruang angkasa menjadi lebih kompleks.

Saat Pluto didegradasi statusnya dari planet menjadi planet kerdil, lima tahun lalu, kita cukup terkejut. Tata surya tinggal dihuni 8 planet. Bagan dan model tata surya yang dipasang di ruang kelas di seluruh dunia harus diubah. Buku pelajaran harus ditulis ulang.

Namun, kini ilmuwan memiliki bukti-bukti kuat bahwa ada planet ke 9 berotasi di belakang Pluto. Dan planet ini ukurannya cukup besar.

Dari bukti-bukti yang ditangkap oleh teleskop ruang angkasa Wise milik NASA, planet raksasa ini tersembunyi di balik Oort Cloud, piringan awan yang terdiri dari benda-benda angkasa yang berada di titik terjauh sistem tata surya.

Oleh Daniel Whitmire dan John Matese, astrofisikawan dari University of Louisiana at Lafayette, Amerika Serikat, benda langit yang sedang diajukan untuk mendapat status ‘planet’ tersebut diberi nama Tyche. “Data-data awal seputar Tyche akan dipublikasikan April mendatang,” kata Whitmire, seperti dikutip dari Time, 16 Februari 2011.

“Setelah itu, planet tersebut kemungkinan akan mengungkapkan dirinya sendiri dalam dua tahun ke depan,” ucapnya.

Whitmire menyebutkan, setelah lokasi Tyche berhasil dipastikan, terserah pada International Astronomical Union (IAU) untuk menentukan apakah Tyche akan mendapat status planet secara penuh.

“Yang jadi masalah bagi IAU untuk meloloskan status planet adalah, kemungkinan besar Tyche terbentuk dari bintang lain,” kata Whitmire. “Ia kemudian ditarik oleh gaya gravitasi milik Matahari dan membuatnya berotasi pada sistem tata surya kita,” ucapnya.

Sebagai informasi, Tyche diperkirakan memiliki ukuran 4 kali lebih besar dibanding Jupiter dan mengorbit pada jarak 15 ribu kali lebih jauh dibanding jarak Bumi dan Matahari atau 375 kali lebih jauh dibandingkan dengan jarak Pluto dengan Matahari.

Kemungkinan, Tyche terdiri dari hidrogen dan helium dan memiliki atmosfir dan punya beberapa bulan seperti milik Jupiter. “Data dari Wise mengungkapkan bahwa Tyche empat sampai lima kali lebih panas dibanding Pluto, yakni mencapai -73 derajat Celcius.

“Panas tersebut merupakan sisa-sisa suhu dari proses pembentukannya,” kata Whitmire. “Obyek langit sebesar ini membutuhkan waktu yang panjang untuk menjadi dingin,” ucapnya.

FOTO: Mimas, Bulan Milik Saturnus
Mimas merupakan bulan terdekat ke Saturnus. Diperkirakan ia terdiri dari air yang membeku

Mimas, bulan milik planet Saturnus. (NASA/ JPL/ Space Science Institute)

VIVAnews - Mimas merupakan bulan terdekat milik planet Saturnus yang permukaannya didominasi oleh kawah. Saking banyaknya, bulan ini tampak seperti bintang mati.

Bulan ini juga terkenal karena memiliki kawah yang berukuran sepertiga dari ukuran bulan tersebut. Kawah itu, disebut dengan Herschel Crater, berukuran lebar 140 kilometer. Padahal, diameter Mimas sendiri hanya 396 kilometer.

Menurut astronom, jika obyek yang menabrak Mimas berukuran lebih besar atau menabrak dengan kecepatan yang lebih tinggi, Mimas bisa jadi sudah hancur berkeping-keping. Membentuk bulan baru atau tercecer menjadi cincin baru milik Saturnus.

Cassini, pesawat pembawa teropong luar angkasa milik NASA, pada 13 Februari 2010 lalu berhasil terbang mendekati Mimas dengan jarak hanya 9500 kilometer. Saat berada di jarak terdekat tersebut, Cassini mengambil gambar-gambar permukaan Mimas dan mengirimkannya ke Bumi.

Berikut ini foto: Mimas, Bulan Milik Saturnus yang berhasil ditangkap oleh Cassini.

Mimas sendiri merupakan benda angkasa yang memiliki kepadatan rendah, hanya 1,17 kali lebih padat dibanding air cair. Menurut astronom, data tersebut mengindikasikan bahwa bulan itu terdiri dari air yang membeku dan hanya sedikit mengandung bebatuan. Diperkirakan, Mimas memiliki suhu permukaan -299 derajat Celcius.

Ada Kehidupan di Planet Mirip Bumi?
Planet ini memiliki volume dan diameter lebih kecil dibandingkan Bumi.

Galaksi Bimasakti

VIVAnews - NASA, badan antariksa milik AS NASA, baru-baru ini mengidentifikasi 'dunia' baru yang dikenal dengan KOI 326.01. Planet ini memiliki volume dan diameter lebih kecil dibandingkan Bumi dengan temperatur sedikit lebih rendah dari air mendidih. Tetapi, sejauh ini KOI 326.01 menjadi planet yang termirip dengan Bumi, setidaknya dari segi ukuran.

Planet KOI 326.01 telah ditangkap pertama kali oleh Teleskop Kepler. Teleskop tersebut bekerja untuk mendeteksi planet-planet ekstrasolar (berada di luar tata surya). Ia mampu mengamati 150.000 bintang terdekat Bumi di ruang angkasa.

Dari ratusan ribu bintang yang citranya terjangkau, teleskop Kepler mengamati segala perubahan cahaya samar menuju bintang. Jika ada bayangan atau obyek yang mengganggu pandangan ke arah bintang, bisa jadi itu adalah planet.

Sejauh pengamatan terhadap KOI 326.01, ilmuwan planet dari Ames Research Center NASA William Borucki mengatakan, "Ini obyek kecil, kandidat kecil."

"Astronom pun bahkan tidak mengetahui berapa ukuran bintang induknya. Sebab itu, sulit untuk mengetahui karakteristik planet yang mirip Bumi itu. Sampai kini, belum ada konfirmasi lebih lanjut," tandas dia, yang juga bertanggung jawab sebagai kepala tim sains Kepler, seperti dikutip dari TG Daily, Selasa 22 Februari 2011.

Sementara itu, Sara Seagar dari MIT mengatakan pengamatan melalui teleskop Kepler adalah langkah pertama tim menuju pengungkapan karakteristik planet-planet selain Bumi. Inisiatif di masa mendatang, dikatakan Sarah, adalah mengetahui adanya kehidupan atau tidak, serta memahami karakter planet beserta isinya secara umum jika mereka menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Pertanyaan-pertanyaan di atas belum bisa terjawab dengan satu teleskop ini. Ini baru langkah awal. Ke depan, kami akan menciptakan teknologi yang bisa menjawab semua pertanyaan itu," ujar Sarah yang juga tergabung menjadi anggota tim Kepler.

Memang, ada perkiraan bahwa satu dari 200 bintang di ruang angkasa pasti terdapat sebuah planet yang memiliki zona layak huni oleh makhluk hidup, atau seperti kehidupan seperti Bumi.

Planet KOI 326.01 salah satunya? Itu masih misteri. Tapi, menurut beberapa ilmuwan, planet seukuran Bumi itu merupakan salah satu planet yang cocok untuk kehidupan alternatif penghuni Bumi.

"Ada banyak sekali laut di permukaan planet-planet yang ada di luar sana. Sangat menarik untuk dieksplorasi apakah ada kehidupan atau tidak," tutur Borucki. "Tapi, untuk menuju ke sana, kita perlu waktu bertahun-tahun sejak data pertama ditemukan."

Setelah 257 Hari, Kosmonot 'Mendarat' di Mars
Ini adalah bagian dari proyek 'Mars 500' yang bertujuan menguji daya tahan manusia.

Simulasi pendaratan manusia di Mars (CNN)

VIVAnews -- Setelah 257 hari terkurung dalam kapsul tak berjendela, Senin 14 Januari 2011, dua kosmonot Diego Urbina dan Alexander Smoleevskiy akhirnya 'mendarat' di Mars.

Dengan susah payah mengenakan baju luar angkasa seberat 30 kilogram, mereka ke luar, ke tanah berpasir dan menancapkan bendera Rusia, China, dan Badan Antariksa Eropa di planet merah. Lalu mereka mengambil sample dari tanah.

Namun sayang, itu hanya simulasi -- bagian dari proyek 'Mars 500' yang bertujuan menguji daya tahan manusia dalam misi panjang ke planet terdekat Bumi itu.

"Semua sistem berjalan normal, kru juga dalam kondisi baik," kata Deputi Kepala Badan Antariksa Rusia, Vitaly Davydov, Senin 14 Februari 2011.

Tujuan misi yang paling penting adalah menyiapkan psikologis kru nyata di masa mendatang. Enam sukarelawan rela diisolasi, dikurung selama 520 hari di dalam kapsul, sesuai waktu yang diperkirakan untuk menjelajah 'planet merah' itu. Diprediksi, butuh waktu 250 hari untuk menuju ke Mars, 30 hari menjelajah permukaannya, dan 240 hari waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke Bumi.

Kondisi terkurung ini akan menempatkan para kru dalam kondisi stres. Davydov menggambarkan, percobaan ini sebagai bagian penting dari persiapan untuk penerbangan ke Mars yang diprediksi akan terwujud 20 tahun mendatang.

Enam relawan yang terpilih tak hanya bermodal nekat. Para relawan ini setidaknya bukan orang sembarangan. Romain Charles, 31 tahun, dari Prancis dan campuran Italia-Kolombia, Diego Urbina, 27 tahun, adalah insinyur. Wang Yue, 26 tahun, dari China adalah pegawai di pusat pelatihan luar angkasa China. Sementara Alexey Sitev, kapten dari Rusia bekerja di pusat pelatihan kosmonot negaranya, dua pria Rusia lainnya, Sukhrob Kamolov, 32 tahun, dan Alexander Smoleyevsky, 33 tahun, adalah dokter.

Para sukarelawan berkomunikasi dengan dunia luar melalui surat elektronik dan pesan video--kadang-kadang komunikasi ini sengaja ditahan untuk menghilangkan kesan para sukarelawan ini tak jauh dari pusat kontrol, dari Bumi.

Sehari-hari para sukarelawan menjalani kebiasaan seperti para astronot pada umumnya. Mereka makan makanan kaleng yang biasa disantap di Stasiun Luar Angkasa Internasional dan hanya mandi sekali dalam seminggu.

Ruang simulasi, tempat hidup para sukarelawan yang memiliki lebar 3,6 meter dan panjang 20 meter ditempatkan di sebuah lokasi parkir di Moskow. Di dalamnya ada enam tempat tidur, ruang duduk, dapur dan meja makan, zona kerja, toilet, laboratorium, dan rumah kaca.

Komet Tempel dekati Satelit NASA
Pada 14 Februari, Stardust-NexT milik NASA dan komet hanya berjarak 199,5 kilometer saja.

Komet Tempel 1 dan satelit Stardust-NExT milik NASA saling berdekatan, 14 Februari ini. (space.com)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Misi Stardust-NexT milik NASA dan komet Tempel 1 saling bertemu di luar angkasa, tepat pada hari Valentine, 14 Februari ini. Meski tidak saling bersinggungan, pertemuan antara keduanya akan sangat dekat.

Pertemuan Stardust-NexT dengan Tempel 1 tersebut merupakan pertemuan pesawat ruang angkasa kedua dengan komet setelah pada 4 Juli 2005 lalu. Ketika itu, pesawat Deep Impact milik NASA berhasil melontarkan sensor ke arah Tempel 1 sambil mengamatinya ketika melintas.

Stardust-NexT, misi yang diluncurkan 4,5 tahun lalu bertugas untuk memperluas investigasi yang dilakukan oleh Deep Impact. Hasilnya diharapkan akan dapat mengungkap lebih banyak informasi seputar sistem tata surya.

“Stardust-NExT sudah mulai mengirimkan gambar-gambar komet itu yang diambil pada 18 Januari dari jarak 26,2 juta kilometer dan 19 Januari dari jarak 25,4 juta kilometer,” kata Joe Veverka, ilmuwan dari Jet Propulsion Laboratory, California, Amerika Serikat.

Seperti dikutip dari Upi, 11 Februari 2011, pada tanggal 14 Februari mendatang, Stardust-NexT akan terbang dengan jarak hanya 199,5 kilometer saja dengan komet tersebut.

“Kami sudah menerima gambar-gambar pertama seputar komet Tempel 1,” kata Veverka. “Pertemuan pesawat antariksa dengan benda-benda angkasa yang demikian kecil dan cepat seperti komet di ruang angkasa yang maha luas merupakan tantangan tersendiri, namun kami gembira semua sudah dipersiapkan dengan baik,” ucapnya.

Komet Tempel 1 sendiri merupakan komet berukuran 7,6 x 4,9 kilometer. Ia mengorbit Matahari dengan periode 5,52 tahun. Disebut Tempel 1 karena ia ditemukan pertamakali oleh Wilhelm Tempel, astronom yang bekerja di Perancis pada 3 April 1867.

Ini Dia Pesawat Tenaga Surya Pertama
Pesawat itu akan mengorbiti Bumi dalam waktu 70-120 hari.

VIVAnews - NASA lagi-lagi mencatat sejarah baru. Kali ini badan antariksa asal Amerika Serikat itu berhasil menciptakan pesawat ruang angkasa pertama yang berbasis tenaga surya.

Awalnya memang terdengar seperti cuplikan cerita fiksi ilmiah. Tapi, kini NASA telah membuat pesawat ruang angkasa tak berawak tanpa bahan bakar mineral.

Tak seperti pesawat ruang angkasa lainnya, NanoSail-D yang menyerupai bentuk layangan berukuran relatif lebih kecil dan orbitnya tidak terlalu tinggi dari atas permukaan Bumi.

NanoSail-D menggunakan tekanan radiasi matahari untuk membuatnya bergerak dan terbang dengan kecepatan tinggi. NASA mengatakan bahwa satelit mungil ini hanya sebesar 100 kaki persegi dan beroperasi sesuai rencana.

Sebetulnya NanoSail-D telah dilepas ke angkasa sejak 20 Januari 2011 lalu. Namun, hari itu tidak bisa dijadikan sebagai hari pertama ia terbang sampai NASA berhasil menerima frekuensi berupa paket data dari NanoSail-D, yakni lima hari setelahnya.

"Ini adalah kali pertama NASA meluncurkan pesawat ruang angkasa dengan orbit terendah di permukaan Bumi," kata Dean Alhorn, jurubicara NASA, yang dikutip VIVAnews dari Dailymail, Sabtu 29 Januari 2011.

NanoSail-D, pesawat satelit NASA berbasis tenaga suryaNanoSail-D akan terus mengirim sinyal suar hingga baterai di dalamnya habis. Diperkirakan ia akan terbang mengorbiti Bumi sampai 70-120 hari ke depan, tergantung pada kondisi atmosfer.

NanoSail-D sengaja dirancang untuk sebagai demonstrasi teknologi berbasis tenaga surya untuk pesawat ruang angkasa. Jika berhasil, teknologi ini diharapk
Teleskop Hubble Temukan Galaksi Tertua
Berdasarkan kalkulasi, diperkirakan galaksi ini lahir 480 juta tahun setelah Big Bang.

UDFj-39546824, galaksi tertua yang lahir 480 juta tahun setelah Big Bang. (n24.de)


VIVAnews - Teleskop ruang angkasa Hubble telah mendeteksi sebuah galaksi baru. Galaksi ini merupakan galaksi tertua yang pernah terdeteksi. Ukurannya yang kecil juga berpotensi menyimpan petunjuk bagaimana bintang terbentuk saat alam semesta masih berusia muda.

Setitik cahaya kecil dari galaksi itu yang berhasil ditangkap oleh telescop Hubble yang mengorbit di Bumi membutuhkan 13,2 ribu juta tahun untuk mencapai Bumi. Artinya, galaksi tersebut hadir sekitar 480 juta tahun setelah Big Bang terjadi.

Meski terdapat kemungkinan bahwa masih ada galaksi lain yang lebih tua dibanding galaksi yang baru ditemukan ini, akan tetapi, menurut para astronom, ia hanya bisa dideteksi oleh sensor generasi mendatang yang akan hadir di teleskop penerus Hubble.

“Kita sudah semakin dekat untuk mendapati galaksi pertama yang diperkirakan terbentuk 200 sampai 300 juta tahun setelah Big Bang,” kata Garth Illingworth, profesor astronomi dan astrofisika dari University of California, Amerika Serikat.

Galaksi ini, kata Illingworth, seperti dikutip dari Cosmosmagazine, 27 Januari 2010, berusia jauh lebih tua dibanding galaksi yang sudah ditemukan sebelumnya.

“Kami menghabiskan waktu uji coba selama berbulan-bulan untuk memastikan. Kini kami cukup yakin bahwa inilah galaksi tertua yang pernah ditemukan,” kata Illingworth. “Jika dibandingkan dengan galaksi Bima Sakti kita, ukuran galaksi ini 100 kali lebih kecil,” ucapnya.

Sama seperti pesatnya jumlah bintang yang ditemukan, demikian pula dengan jumlah galaksi. Fakta ini mendukung teori bahwa terbentuknya galaksi ditempa oleh daya tarik gravitasi oleh apa yang disebut dengan dark matter.

Sebagai informasi, astronom mengukur usia bintang menggunakan apa yang disebut dengan redshift. Semakin jauh sinar tersebut berjalan, semakin panjang dan semakin merah menjadi panjang gelombangnya.

Angka redshift yang tinggi mengindikasikan bahwa objek yang memancarkan sinar tersebut berusia tua karena cahaya yang dipancarkan telah menempuh miliaran tahun cahaya untuk tiba di bumi, setelah melewati alam semesta yang terus meluas.

Adapun galaksi yang baru ditemukan itu, yakni UDFj-39546824, ditemukan di sebuah sektor langit berukuran seujung jari yang disebut Hubble Ultra-Deep Field. Ia ditemukan saat Hubble melakukan pemindaian selama 87 jam pada tahun 2009 dan 2010 lalu.

Setelah ditemukan, astronom kemudian menghitung redshift yang ada dan nilainya mencapai 10,3. Galaksi tertua yang ditemukan Oktober lalu oleh sekelompok astronom internasional hanya memiliki nilai redshift sebesar 8,6.

Temuan galaksi baru ini dimungkinkan oleh Wide Field Camera 3 yang dipasang di Hubble Space Telescope oleh astronot NASA pada Mei lalu. Kamera baru itu mendongkrak kemampuan Hubble setidaknya 30 persen dibanding sebelumnya.

Akan tetapi, kemampuan menangkap redshift hingga 10,3 tampaknya merupakan batas maksimal. Untuk menangkap redshift lebih dari itu, astronom tampaknya membutuhkan James Webb Space Telescop yang baru akan diluncurkan NASA pada 2014 mendatang.(umi)

• VIVAnews
Rating






Kabar Relawan Mars 520 Hari Disekap di Kapsul

Simulasi perjalanan ke Mars (AP)

VIVAnews - Demi mewujudkan mimpi menjelajahi Planet Mars, enam sukarelawan rela dikurung selama 520 hari, sesuai waktu yang diperkirakan untuk menjelajah 'planet merah' itu. Diprediksi, butuh waktu 250 hari untuk menuju ke Mars, 30 hari menjelajah permukaannya, dan 240 hari waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke Bumi.

Para sukarelawan telah menjalani hidup 233 hari di dalam kapsul tertutup yang ditempatkan di pinggiran kota Moskow, Rusia. Sebentar lagi mereka akan mengakhiri misi menuju ke Mars yang makan waktu 250 hari. Bagaimana kondisi mereka?

Sejak Juni 2010 lalu tiga pria Rusia, seorang China, seorang Prancis, dan campuran Italia-Kolombia menghabiskan hidup mereka di dalam tabung.

Nekat saja bukan satu-satunya modal. Para relawan ini setidaknya bukan orang biasa. Romain Charles, 31 tahun, dari Prancis dan campuran Italia-Kolombia, Diego Urbina, 27 tahun, adalah insinyur. Wang Yue, 26 tahun, dari China adalah pegawai di pusat pelatihan luar angkasa China. Sementara Alexey Sitev, kapten dari Rusia bekerja di pusat pelatihan kosmonot negaranya, dua pria Rusia lainnya, Sukhrob Kamolov, 32 tahun, dan Alexander Smoleyevsky, 33 tahun, adalah dokter.

Bak reality show, setiap tindak-tanduk mereka tak lepas dari pengamatan para spesialis perilaku. Misi ini bertujuan membantu para astronot nyata di masa depan mengatasi kondisi terkekang dan stres dalam perjalanan antarplanet.

Para sukarelawan berkomunikasi dengan dunia luar melalui surat elektronik dan pesan video--kadang-kadang komunikasi ini sengaja ditahan untuk menghilangkan kesan para sukarelawan ini tak jauh dari pusat kontrol, dari Bumi.

Sehari-hari para sukarelawan menjalani kebiasaan seperti para astronot pada umumnya. Mereka makan makanan kaleng yang biasa disantap di Stasiun Luar Angkasa Internasional dan hanya mandi sekali dalam seminggu.

Ruang simulasi, tempat hidup para sukarelawan yang memiliki lebar 3,6 meter dan panjang 20 meter ditempatkan di sebuah lokasi parkir di Moskow. Di dalamnya ada enam tempat tidur, ruang duduk, dapur dan meja makan, zona kerja, toilet, laboratorium, dan rumah kaca.

Menurut mantan kosmonot yang menjadi direktur misi simulasi ini, Boris Morukov, tak ada satupun dari enam sukarelawan yang berniat mundur. "Mereka masih memiliki motivasi tinggi, tapi pastinya mereka merasa lelah, itu sangat alami," kata dia, seperti dimuat Daily Mail.

Selanjutnya, enam sukarelawan ini akan menjalani misi simulasi pendaratan ke Mars pada 12 Februari 2011 mendatang dan menghabiskan waktu dua hari untuk menjelajah Mars. Lalu, mereka akan menjalani misi pulang kembali ke Bumi--yang diyakini paling menantang.

"Ini akan sangat berat, karena sangat membosankan," kata Morukov. "Kelelahan dan pikiran bahwa misi telah selesai bisa mendatangkan konsekuensi negatif."

Ini baru selangkah menuju misi Mars. misi yang nyata membutuhkan biaya besar dan teknologi yang mumpuni. Para ilmuwan saat ini masih bekerja keras bagaimana menciptakan perisai yang bisa melindungi para kru dari radiasi luar angkasa.
FOTO: Spaceport America, Bandara Luar Angkasa
Bandara didesain ramah lingkungan. Ia menggunakan teknologi yang disebut “Earth Tubes”.

Desain bandara luar angkasa, Spaceport America. (Spaceport America Conceptual Images)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Spaceport America adalah fasilitas pertama di dunia yang ditujukan khusus melayani penerbangan komersial ke antariksa. Bandara ini ditujukan pula untuk para jutawan yang ingin berwisata ke luar angkasa menggunakan pesawat Virgin Galactic.

Bandara yang mulai dibangun pada 2006 itu terletak di sebuah gurun pasir terpencil di dekat Kota Truth or Consequences, New Mexico, Amerika Serikat. Spaceport America berdekatan dengan White Sands Missile Range, fasilitas militer angkatan udara AS.

Di kawasan barat bandara, tersedia fasilitas pendukung administrasi untuk kantor Virgin Galactic (maskapai penerbangan luar angkasa swasta milik milyuner Richard Bronson) serta New Mexico Spaceport Authority.

Kawasan tengah, yang memiliki hangar seluas 4.366 meter persegi digunakan untuk menampung pesawat White Knight Two, dan SpaceShipTwo. Dua wahana itu dapat mengantarkan manusia ke luar angkasa. Di kawasan timur, tersedia kawasan pelatihan, operasional, terminal keberangkatan, ruang ganti pakaian luar angkasa, dan kawasan publik.

Pada restauran dan ruang kontrol misi, pengunjung bisa melihat langsung apron, runway, dan pemandangan di belakangnya.

Bandara ini juga didesain ramah lingkungan. Ia menggunakan teknologi yang disebut “Earth Tubes” untuk mendinginkan gedung, menggunakan panel sinar matahari, pemanas dan pendingin bawah tanah, serta ventilasi alami di musim panas. Pengunjung dapat memanfaatkan layanan shuttle bus menuju Spaceport.

Meski konstruksi bandara belum benar-benar rampung, akan tetapi sejak Oktober 2009, delapan misi penerbangan sub orbit (100 kilometer di atas permukaan laut) telah diluncurkan dari bandara tersebut. Bandara ini sendiri baru akan tuntas dibangun pada tahun 2011.

LAPAN Kirim Biji Tomat ke Luar Angkasa
Biji tomat dari Indonesia dikirim menggunakan satelit HTV2 milik Badan Antariksa Jepang.

Stasiun luar angkasa internasional (AP Photo/NASA TV)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengirimkan biji tomat ke luar angkasa. "Kami sudah mengirimkannya, biji tomat itu terbang menggunakan satelit HTV2 Jepang," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat LAPAN, Elly Kuntjahyowati, saat dihubungi VIVAnews.com, Sabtu, 22 Januari 2011.

Dijelaskan Elly, proyek ini adalah kerjasama sejumlah negara yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, India, dan Vietnam. Masing-masing negara mengirimkan biji tanaman. Untuk LAPAN proyek ini dipimpin oleh Ratih Dewanti.

"Tujuannya untuk pengembangan minat generasi muda. Biji itu akan ditaruh ke kondisi mokrigravitasi lalu dikirim lagi ke Indonesia," tambah dia. Untuk mencari tahu, apakah mereka dapat tumbuh tanpa gravitasi.

Seperti dimuat Coffetoday.com, satelit tak berawak milik Badan Antariksa Jepang (JAXA), 'Kounotori 2' atau disebut juga dengan HTV2 membawa enam tom material ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Material-material tersebut termasuk makanan, sampel air minum untuk pusat penelitian ilmiah Jepang di luar angkasa. Laboratorium ilmiah di ISS sejatinya hanya boleh diakses 15 negara yang menjadi bagian dari proyek stasiun luar angkasa internasional.

Namun, Jepang memutuskan untuk melibatkan beberapa negara Asia lain, secara gratis. Jadi, selain mengangkut kargo, roket HTV2 juga mengangkut bijji tomat dan lada dalam rangka eksperimen bersama Jepang dan negara Asia lain, termasuk Indonesia.

Ini adalah kabar baik kedua dari LAPAN dalam beberapa hari ini. Sebelumnya, LAPAN mengabarkan bahwa satelit pertama buatan Indonesia yang bekerja sama dengan Jerman, dalam kondisi sangat memuaskan.

Satelit Lapan-Tubsat yang diluncurkan ke angkasa dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, India tahun 2007 lalu bertahan hidup selama empat tahun ini, lebih dari target sebelumnya, dua tahun.

Jika tak ada anomali, Lapan-Tubsat diperkirakan masih terus beroperasi selama beberapa tahun mendatang. Salah satu prestasi Lapan-Tubsat adalah dapat mengambil gambar letusan Gunung Merapi pada 2010.
4 tahun, Satelit Pertama RI Masih Mengorbit
Dalam rancangan awal, satelit ini diperkirakan hanya akan berusia tak lebih dari 2 tahun.

Gambar erupsi Merapi yang diambil dari Satelit Lapan-Tubsat (LAPAN)

VIVAnews -- Satelit pertama buatan Indonesia, Lapan-Tubsat hingga saat ini masih mengorbit. Pada 10 Januari 2011 lalu, satelit ini berulang tahun keempat.

Untuk diketahui, satelit ini diluncurkan pada 10 Januari 2007 dari Pusat Antariksa Satish Dhawan di India.

Ini di jauh di luar perkiraan. Sebab, dalam rancangan awal, satelit ini diperkirakan hanya akan berusia tidak lebih dari dua tahun. Keberhasilan ini merupakan suatu pembuktian bahwa engineer (perekayasa) Indonesia mampu membuat satelit yang andal.

Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Soewarto Hardhienata, satelit Lapan-Tubsat masih berfungsi dengan baik dan masih terus memberikan gambar dari ruang angkasa.

”Bahkan, jika tidak ada anomali, Lapan-Tubsat masih akan terus beroperasi hingga beberapa tahun lagi,” kata dia dalam rilis yang diterima VIVAnews, Selasa 18 Januari 2011.

Kata dia, ini adalah hal yang luar baisa bagi sebuah satelit mikro. "Karena banyak satelit semacam ini hanya berusia dua tahun."

Dijelaskan dia, Lapan-Tubsat merupakan satelit mikro atau satelit berukuran kecil dengan bobot 57 kg. Satelit ini berorbit polar atau mengelilingi bumi dengan melewati kutub.

Satelit tersebut melewati wilayah Indonesia sebanyak dua kali per hari. Selama empat tahun, Lapan-Tubsat telah menghasilkan berbagai video pemantauan bencana misalnya gunung meletus, pemantauan kebakaran hutan, dan pemantauan perkembangan jembatan Suramadu.

Bahkan, menurut Kepala Bidang Teknologi Ruas Bumi Dirgantara Lapan, Chusnul Tri Judianto, Lapan dapat mengambil gambar letusan Gunung Merapi pada 2010. Saat itu, satelit-satelit penginderaan jauh milik negara-negara maju, tidak dapat mengambil gambar gunung itu karena seluruh wilayah udara di Merapi tertutup awan akibat erupsi.

”Inilah kelebihan Lapan-Tubsat. Satelit ini dapat digerakkan, sehingga mampu ’melirik’ dari sisi samping wilayah yang ingin dilihat. Pada satu hari itu, hanya Lapan-Tubsat yang berhasil melihat Merapi dari 650 kilometer di atas permukaan bumi,” ujar Chusnul.

Ke depan, Lapan akan terus melakukan pengembangan satelit. Dijelaskan Soewarto, kini Lapan sedang membangun dua satelit yaitu Lapan-A2 dan Lapan-Orari.

Kedua satelit yang disebut Twin- Sat atau Satelit Kembar berorbit ekuatorial, sehingga akan melewati Indonesia lebih banyak dari Lapan-Tubsat, yaitu 14 kali per hari. Kedua satelit akan mengemban misi untuk mitigasi bencana.

Rencananya Twin Sat akan diluncurkan pada 2011 ini dengan menggunakan roket India. Lapan-A2 akan membawa muatan AIS (Automatic Identification System) untuk mengindentifikasi kapal laut di perairan Indonesia dan kamera video dengan cakupan tiga kali lebih lebar dari Lapan-Tubsat.

Sementara, Lapan-Orari akan membawa muatan voice repeater dan APRS Repeater untuk komunikasi anggota Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) saat bencana. Satelit ini juga akan membawa ADI star (Attitute Determination Instrument). Instrumen ini akan mengeluarkan cahaya seperti bintang yang terlihat dari bumi dengan mata telanjang.

Ini Gambar Langit Terbesar dalam Sejarah
Gambar raksasa ini adalah mozaik dari jutaan foto teleskop. Lihat juga videonya!

Hasil survei Sloan Digital Sky Survey (SDSS) (Sloan Digital Sky Survey)
BERITA TERKAIT
VIVAnews -- Astronom telah berhasil menyatukan gambar langit paling besar yang pernah dibuat manusia. Butuh 11 tahun untuk mewujudkannya, dan kabar baiknya, gambar ini segera bisa diakses dari komputer Anda.

Gambar raksasa yang diambil The Sloan Digital Sky Survey (SDSS) pada dasarnya adalah mozaik yang menyatukan jutaan gambar teleskop, terdiri dari 1,2 triliun piksel, meliputi sepertiga langit malam dan menangkap satu setengah miliar bintang dan galaksi.

Setiap titik kuning dalam gambar mewakili sebuah galaksi, jika titik itu diperbesar, akan terlihat struktur detil galaksi dan wilayah pembentukan bintang.

Survei langit seperti yang dilakukan Sloan adalah bagian dari tradisi yang dihormati dalam bidang astronomi.

Survei SDSS dimulai 11 tahun lalu, pada tahun 1998, menggunakan kamera digital terbesar di dunia saat itu -- 138 megapiksel detektor gambar yang dipasang di bagian belakang sebuah teleskop 2,5 meter yang terletak di Observatorium Apache Point di New Mexico.

Data dari gambar-gambar ini telah membantu proses identifikasi obyek kosmis. Data-data itu juga digunakan oleh astronom profesional dan proyek sains sipil seperti Galaxy Zoo, Google Sky dan World Wide Telescope.

Para ilmuwan akan menganalisa gambar untuk mempelajari bagaimana kita Galaksi Bima Sakti mencuri bintang-bintang dari galaksi lain yang telah mati. Juga untuk menganalisa bagaimana alam semesta terstruktur.

"Ini adalah salah satu karunia terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan," kata astronom dari New York University, Mike Blanton, yang memimpin program data di SDSS III, seperti dimuat MSNBC, 11 Januari 2011.

Data-data yang dihasilkan SDSS III diharapkan menjadi referensi penelitian langit dalam beberapa dekade mendatang
Ini Foto Karya Satelit Pertama Buatan RI
Satelit Lapan-Tubsat diluncurkan pada 10 Januari 2007. Foto erupsi Merapi jadi prestasi.
i
Foto erupsi Merapi yang diambil dari Satelit Lapan-Tubsat (LAPAN)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Empat tahun lalu, tepatnya pada 10 Januari 2007, satelit mikro yang dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bekerja sama dengan Universitas Teknik Berlin diluncurkan ke angkasa dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, India.

Satelit pertama RI itu dinamakan Lapan-Tubsat. Ia berbentuk kotak dengan berat 57 kilogram dan dimensi 45 x 45 x 27 centimeter.

Meski kecil, tugas satelit ini tak bisa dianggap remeh. Lapan-Tubsat digunakan untuk melakukan pemantauan langsung situasi di Bumi seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan meneruskan pesan komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi komunikasi bergerak.

Satelit ini berorbit polar atau mengelilingi bumi dengan melewati kutub. Satelit tersebut melewati wilayah Indonesia sebanyak dua kali per hari.

Selama empat tahun, Lapan-Tubsat telah menghasilkan berbagai video pemantauan bencana misalnya gunung meletus, pemantauan kebakaran hutan, dan pemantauan perkembangan jembatan Suramadu.

Yang membanggakan, hingga saat ini Lapan-Tubsat masih mengorbit. Ini di luar perkiraan. "Ini merupakan hal yang luar biasa bagi sebuah satelit mikro karena banyak satelit semacam ini hanya berusia dua tahun," kata Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Soewarto Hardhienata, dalam rilis yang diterima VIVAnews, Selasa 18 Januari 2011.

Jika tak ada anomali, Lapan-Tubsat diperkirakan masih terus beroperasi selama beberapa tahun mendatang.

Salah satu prestasi Lapan-Tubsat adalah dapat mengambil gambar letusan Gunung Merapi pada 2010.

Saat itu, satelit-satelit penginderaan jauh milik negara-negara maju, tidak dapat mengambil gambar gunung itu karena seluruh wilayah udara di Merapi tertutup awan akibat erupsi.

"Inilah kelebihan Lapan-Tubsat. Satelit ini dapat digerakkan, sehingga mampu ’melirik’ dari sisi samping wilayah yang ingin dilihat. Pada satu hari itu, hanya Lapan-Tubsat yang berhasil melihat Merapi dari 650 kilometer di atas permukaan bumi," kata Kepala Bidang Teknologi Ruas Bumi Dirgantara Lapan, Chusnul Tri Judianto.

Ingin tahu seperti apa hasil karya Lapan-Tubsat? Lihat foto di bawah ini:

Erupsi Merapi 05-11-2010 (Lapan-Tubsat)

Gambar erupsi Merapi yang diambil dari Satelit Lapan-Tubsat

Erupsi Merapi 05-11-2010

Gambar erupsi Merapi yang diambil dari Satelit Lapan-Tubsat (2)

Kawah Merapi 24 Mei 2007 (Lapan-Tubsat)

Kawah Merapi 2007 yang diambil Satelit  Lapan-Tubsat

Erupsi Bromo 28 November 2010 (Lapan-Tubsat)

Foto Erupsi Bromo yang diambil Satelit  Lapan-Tubsat

Bandara Biak 29 Agustus 2010 (Lapan-Tubsat)

Foto Bandara Biak yang diambil Satelit  Lapan-Tubsat

Kepulauan Maluku Utara 2 Mei 2010 (Lapan-Tubsat)

Kepulauan Maluku Utara yang diambil Satelit  Lapan-Tubsat

Tangkuban Perahu 28 April 2009 (Lapan-Tubsat)

Tangkuban Perahu yang diambil dari Satelit Lapan-Tubsat


China Bangun Taman Antariksa
Nantinya, pengunjung dapat menikmati pameran tentang Bumi, Bulan, Mars, dan Matahari.

Rancangan pusat peluncuran satelit di Wenchang, China (xinhua)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - China tengah membangun taman bertemakan luar angkasa sebagai pusat ilmu pengetahuan yang ditujukan bagi generasi muda yang ingin lebih dekat dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan ruang angkasa dan antariksa. Namun demikian, taman sains yang dibangun di Wencang itu nantinya dibuka untuk publik.

Untuk diketahui, Wenchang adalah pusat peluncuran satelit China yang kini masih dalam proses pembangunan sejak tahun 2007. Ia dijadwalkan rampung pada tahun 2013 sebagai bantal peluncuran roket buatan China.

Taman Antariksa itu akan berdiri di atas tanah seluas 120 hektare di Kota Wencang, propinsi Hainan. "Proyek ini diperkirakan akan menelan biaya 3 miliar yuan (setara Rp27 triliun)," kata desainer taman itu, dikutip VIVAnews dari Xinhua, Rabu 19 Januari 2011.

Apa yang bisa ditemui di taman antariksa China ini? Di dalamnya terdapat empat seksi pameran, yaitu Bumi, Bulan, Mars, dan Matahari. "Pengunjung bahkan bisa masuk ke stasiun peluncuran roket dan menonton peluncuran roket yang sebenarnya," ujar pejabat yang berwenang.

Taman ini dibangun oleh China Aerospace International Holdings Limited, perusahaan pembiayaan yang terdaftar di bursa Hong Kong, yang mana China Aerospace Science and Technology Corporation sebagai pemegang saham mayoritasnya.

Sekadar diketahui, China saat ini memiliki tiga stasiun peluncuran, termasuk Jiuquan Satellite Launch Center, Taiyuan Satellite Launch Center, dan Xichang Satellite Launch Center. (hs)

NASA Siapkan Misi Pencari Kehidupan di Mars
Selama satu miliar tahun pertama, diyakini planet itu serupa dengan Bumi.

Setelah melakukan pencarian terhadap air, NASA kini akan mencari tanda-tanda kehidupan di Mars.

VIVAnews - Setelah lebih dari empat dekade terakhir manusia mengirim robot ke Mars, kini tiba waktunya memasuki tahapan baru. Perubahan orientasi penelitian tersebut akan dilakukan bersamaan dengan peluncuran misi kendaraan penjelajah Curiosity ke planet merah itu akhir tahun ini.

“Kami akan melakukan transisi dari pencarian air ke pencarian tanda-tanda kehidupan,” kata Doug McCuisition, Director of the Mars Exploration Program NASA, seperti dikutip dari Space, 20 Januari 2010.

McCuisition menyebutkan, Mars telah melewati berbagai tahapan geologi. Di satu miliar tahun pertamanya, diyakini planet itu berbentuk serupa dengan Bumi. Setelah itu ia mengalami periode volkanik dan kemudian mendingin dan kering seperti saat ini.

“Jika planet itu pernah seperti Bumi, apakah kehidupan pernah sempat hadir dan apakah ada kehidupan sampai saat ini di sana? Itu yang menjadi pertanyaan,” ucap McCuisition.

Misi Mars Science Laboratory yang akan digelar itu diharapkan akan menggunakan perlengkapan ilmiah terbaru di permukaan planet Mars, dalam bentuk kendaraan penjelajah bernama Curiosity.

Meski saat ini dua kendaraan penjelajah NASA yakni Spirit dan Opportunity yang masing masing berukuran tinggi 1,5 meter dan lebar 1,8 meter masih parkir di Mars, Curiosity akan hadir melengkapinya. Kendaraan itu akan memiliki ukuran sebesar mobil dan membawa instrumen yang lebih kompleks, termasuk lab kimia yang terintegrasi di dalamnya.

Ke depannya, NASA berharap bahwa mereka dapat membawa bebatuan dari planet Mars untuk dianalisa lebih lanjut di Bumi.

Black Hole Terbesar, 6,6 Miliar Kali Matahari
Lubang hitam ini berukuran cukup besar untuk menelan seluruh sistem tata surya kita.

Lubang hitam di galaksi M87 berukuran 6,6 miliar kali Matahari (tgdaily.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Astronom berhasil melakukan pengukuran terhadap lubang hitam (black hole) terbesar di sistem tata surya tetangga. Diperkirakan, black hole tersebut memiliki bobot yang sama dengan 6,6 miliar bobot matahari.

Melihat ukurannya yang raksasa, lubang hitam yang berada di M87, galaksi berbentuk elips itu bisa menjadi black hole pertama yang bisa ditangkap secara langsung oleh teleskop, bukan ditemukan berdasarkan bukti-bukti yang didapat.

Karl Gebhardt, astronom dari University of Texas, Amerika Serikat yang memimpin tim peneliti menggunakan teleskop Gemini North berukuran diameter 8 meter yang ada di Hawaii. Mereka mengamati pergerakan bintang-bintang di sekitar lubang hitam itu.

Untuk mendapatkan massa lubang hitam secara konklusif, Gebhardt dan timnya perlu memperhitungkan seluruh komponen di galaksi. Termasuk halo gelap – sebuah kawasan yang mengelilingi galaksi yang dipenuhi dengan partikel gelap – lubang hitam dan bintang-bintang.

Gebhardt menggunakan fasilitas Near-Infrared Field Spectograph di teleskop Gemini untuk mengukur kecepatan bintang-bintang saat mereka mengorbit lubang hitam. Optik adaptif kemudian digunakan untuk mengganti secara real time setiap perpindahan di atmosfir yang bisa mengaburkan detail yang dapat ditangkap oleh teleskop di Bumi.

Hasilnya, tim berhasil melacak bintang-bintang pada pusat galaksi M87 dengan akurasi 10 kali lebih baik dibanding sebelumnya.

“Temuan ini hanya bisa dimungkinkan dengan mengombinasikan kelebihan ukuran teleskop dan resolusi spasial pada level yang umumnya hanya diperkenankan untuk digunakan pada fasilitas luar angkasa,” kata Gebhardt, seperti dikutip dari TGDaily, 18 Januari 2011.

Penemuan tersebut juga membuka peluang dimungkinkannya manusia melihat lubang hitam. “Saat ini belum ada bukti langsung bahwa lubang hitam benar-benar ada,” kata Gebhardt. “Saat ini lubang hitam baru bisa disimpulkan,” ucapnya.

Menurut Gebhardt, lubang hitam di M87 sangat raksasa sehingga astronom di masa depan bisa mendeteksi ‘event horizon’ atau sisi terluar, di mana tidak ada apapun yang bisa menghindar darinya. Diperkirakan, event horizon milik lubang hitam M87 berukuran tiga kali lebih besar dibanding orbit planet Pluto. Ukuran ini cukup besar untuk menelan seluruh sistem tata surya kita.

Meski teknologi untuk melihat secara langsung lubang hitam, Gebhardt menyebutkan, di masa depan, astronom juga bisa menggunakan jaringan teleskop sub milimeter di seluruh dunia untuk mencari bayangan dari event horizon pada piringan gas yang mengelilingi lubang hitam M87.
Pemicu Kiamat 2012 Berkurang Satu
Bintang ukuran raksasa, Betelgeuse, tidak jadi meledak tahun itu.

Gambar supernova suatu galaksi dari pantauan telekop NASA (AP Photo / NASA)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Isu tentang kiamat di tahun 2012 masih menjadi topik hangat. Tidak sedikit kelompok yang mengisyaratkan bahwa kiamat benar-benar akan terjadi tahun depan, mulai dari Suku Maya sampai ilmuwan modern.

Segelintir ilmuwan modern mengatakan bahwa kiamat 2012 nanti sedikit banyak dipengaruhi oleh ledakan sebuah bintang berukuran raksasa bernama Betelgeuse. Dan, informasi ini sempat santer terdengar, terutama di kalangan ilmuwan astronomi.

Betelgeuse adalah bintang raksasa yang sekarat. Jika dilihat kondisinya, ia telah mencapai baris akhir usianya dan saat ini sedang bergejolak menciptakan gelembung gas raksasa untuk yang kemudian meledak menjadi supernova satu waktu.

Ukuran Betelgeuse sangat besar dan luar biasa megah, sebab itu ketika ia menjadi supernova diperkirakan akan memporakporandakan galaksi di sekitarnya. Untungnya, drama ini terjadi 640 tahun cahaya di konstelasi Orion. Menurut perhitungan ilmuwan, ledakan supernova tersebut tidak berdampak terlalu besar bagi tata surya.

Betelgeuse adalah selebriti di antara bintang-bintang yang tertangkap oleh lensa para astronom. Layaknya selebriti, ia selalu menjadi bahan pembicaraan kapan saja, karena alasan apa pun, hingga hari ini ia membuat gelombang pesan baru di Twitter yang rata-rata berisi: "Betelgeuse akan meledak! Segera! Mungkin sekitar 2012!"

Sampai akhirnya, muncul sebuah artikel di kantor berita Australian News.com.au. Di tengah-tengah membacanya, Anda akan pikir jurnalis tersebut berhasil membuat artikel terheboh di dekade ini. "NEWS FLASH: Ledakan Betelgeuse akan menjadi peristiwa penting paling sensasional. Ia selalu dibicarakan di tabloid-tabloid beberapa tahun terakhir."

Namun, isu itu semakin pudar sejak muncul penelitian yang mengatakan massa bintang itu menyusut. Tapi, seperti temuan yang ditunjukkan para astronom, susut tersebut bisa menjadi bagian dari siklus alami atau masuk ke fase tidak simetris. Kita tunggu saja waktunya. (umi)

FOTO: Tempat Paling Ekstrim di Tata Surya
Fenomena serupa dengan yang terjadi di Bumi namun dengan skala yang jauh lebih dahsyat.

Kilat di planet Saturnus terlihat sampai di luar atmosfir. (NASA / JPL / Space Science Institute)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Sistem tata surya kita merupakan tempat berbagai kondisi ekstrim. Dalam bukunya yang berjudul The 50 Most Extreme Places in Our Solar System, David Baker dan Todd Ratcliff memaparkan di mana saja tempat-tempat yang paling unik hingga mengerikan di tata surya.

Badai Tercepat
Awan badai berkecepatan hingga 600km/jam telah terjadi di planet Jupiter selama hampir 345 tahun sejak pertama kali berhasil diamati pada tahun 1665.

Palung Samudera Terdalam
Europa, salah satu bulan milik planet Jupiter memiliki palung samudera terdalam di tata surya. Kedalamannya diperkirakan mencapai 100km atau 10 kali lipat palung Mariana, titik terdalam di planet Bumi.

Kawasan Volkanik Terpadat

Io, salah satu bulan yang juga milik planet Jupiter, merupakan tempat dengan tingkat aktivitas vulkanik tertinggi di tata surya. Seluruh permukannya bulan itu dipenuhi oleh gunung berapi aktif.

Petir Terhebat
Sambaran petir atau kilat di planet Saturnus berkekuatan hingga 1.000 kali lipat petir yang terjadi di bumi.

Durasi Siang-Malam Terkacau
Hyperion, salah satu bulan yang dimiliki planet Saturnus berotasi secara tidak beraturan. Dampaknya, rotasi tersebut mengakibatkan waktu siang dan malam di bulan itu tidak pernah sama tiap harinya.

Hujan Termewah
Para peneliti mengungkapkan teori paling menarik. Diperkirakan, reaksi kimia yang terjadi di atmosfer Planet Uranus dan Neptunus akan menghasilkan hujan berlian di seluruh permukaan planet.

Tempat Terpanas
Suhu permukaan yang mencapai 460 derajat celcius menjadikan planet Venus sebagai planet yang paling panas di tata surya. Sebagai gambaran, planet Merkurius, planet terdekat dengan Matahari, suhunya sangat bervariasi namun tak sampai setinggi suhu Venus. Di kawasan terpanas Merkurius, suhunya hanya mencapai 426 derajat celsius.

Gunung Tertinggi
Gunung Olympus di planet Mars adalah gunung api tertinggi di tata surya. Ketinggiannya mencapai 27 ribu meter atau 3 kali lipat tinggi gunung Everest yang ada di planet Bumi.

Ngarai Terbesar
Planet Mars memiliki ngarai terbesar di tata surya, kedalamannya diperkirakan mencapai sekitar 10 ribu meter atau hingga 6 kali lipat kedalaman ngarai Grand Canyon di Amerika Serikat. Berikut foto: Tempat Paling Ekstrim di Tata Surya. (NASA, Edliadi)