Teleskop ruang angkasa Hubble pertama kali diluncurkan pada tahun 1990. Pernah mengalami kerusakan dengan cermin utamanya, tapi sekarang ini sudah diperbaiki dan mulai mengirimkan lagi gambar-gambar yang menakjubkan dan detil dari luar angkasa. Berikut ini adalah beberapa diantaranya yang terbaik. ![]() Sinarnya hingga mencapai antar bintang di penjuru luar angkasa, Nebula (kumpulan bintang) Cat's Eye ( Nebula Mata Kucing) menempati titik pada jarak 3000 tahun cahaya dari bumi. Salah satu nebula keplanetan yang paling dikenal, NGC 6543 beurukuran lebih dari setengah tahun cahaya dan sedang menunjukkan fase terakhir yang singkat juga luar biasa dari hidup bintang yang mirip matahari. ![]() Mungkin mirip dengan seekor kuda laut, tapi objek gelap ini sebenarnya adalah kabut debu yang panjangnya mencapai 20 tahun cahaya. Struktur ini terjadi pada tetangga kita Large Magellanic Cloud, dalam lingkungan pembentukan bintang dekat Nebula Tarantula ![]() MyCn18: sebuah Nebula jam gelas. Jalannya waktu akan habis untuk pusat bintang dari nebula keplanetan berbentuk jam gelas ini. Dengan dilepaskannya bahan bakar nuklir, fase terakhir dari hidup bintang yang mirip matahari ini terjadi ketika lapisan-lapisan luarnya dilepaskan - intinya menjadi bentuk kerdil berwarna putih pudar yang dingin. ![]() Galaksi M104 berbentuk spiral ini dikenal karena profilnya yang unik. Terlihat sebagai siluet karena sinar terang bintang-bintang, jalur-jalur debu kosmiknya membuatnya seperti sebuah topi. ![]() Pada tahun 1787, astronomer William Herschel menemukan Nebula Eskimo, NGC 2392, yang menyerupai kepala seorang yang dilingkupi oleh sebuah kudung jaket tebal yang biasa dipakai orang Eskimo. ![]() Sepasang mata yang berkilauan ini adalah inti-inti yang berputar dari dua galaksi yang bergabung yaitu NGC 2207 dan IC 2163 pada Canis Major. Miliaran tahun dari sekarang, hanya satu dari dua galaksi ini yang tersisa. Sampai kemudian, keduanya dengan perlahan akan saling menarik untuk berpisah. ![]() Ini adalah Nebula Cone di dalam galaksi yang terang di area pembentukan-bintang NGC 2264. ![]() Bayangan dari Nebula NGC 1999. Nebula bayangan tidak memancarkan cahayanya sendiri. Mereka bersinar karena suatu sumber cahaya di dalamnya, seperti sebuah lampu jalan yang menyinari kabut. Bintang muda yang terang di pusat sebelah kirinya lah yang menerangi NGC 1999. ![]() Gambar yang satu ini kadang-kadang diberi nama "Starry Night", berdasarkan sebuah lukisan dari Vincent Van Gogh. Untuk alasan yang tidak jelas, permukaan luar dari bintang V838 Mon tiba-tiba saja membesar dan membuanya menjadi bintang paling terang di seluruh Galaksi Bimasakti pada Januari 2002. Lalu tiba-tiba juga menjadi memudar. ![]() Nebula keplanetan Mz3: The Ant Nebula. Mengeluarkan gas yang mengalir jauh pada kecepatan 1000 kilometer per detik menciptakan bentuk semut yang aneh. ![]() Nebula Orion, M42, "hanya" berjarak 1500 tahun cahaya. Nebula ini bisa menjadi peluang terbaik untuk mempelajari bagaimana bintang-bintang dilahirkan karena tidak hanya merupakan area pembentukan-bintang yang terdekat, tapi juga bintang-bintang energetic dari nebula tersebut turut melenyapkan awan-awan debu yang mengaburkannya. ![]() Sebuah gas raksasa dan pilar debu di Nebula Trifid, dijelaskan dengan sebuah pilar kecil menunjuk ke atas dan sebuah jet aneh mengarah ke kiri. ![]() Seperti sebuah nebula persegi, IC 4406 mungkin serupa dengan sebuah silinder berlubang, dengan tampilan perseginya yang disebabkan melihatnya dari samping. ![]() M74: Spiral yang Sempurna. Kalaupun tidak bisa dibilang sempurna, galaksi spiral ini setidaknya merupakan satu yang paling fotogenik. Sebuah pulau jagat raya dengan 100 miliar bintang-bintang, 32 juta tahun cahaya jaraknya dari rasi bintang Pisces, penampilan M74 ini memang sangat luar biasa. ![]() NGC 2818 adalah sebuah nebula keplanetan yang cantik, payung seperti gas dari sebuah bintang mirip matahari yang sekarat. Sepintas kita dapat membayangkan seperti apa masa depan matahari kita pada 5 miliar tahun lagi. ![]() Ini adalah kekacauan yang disebabkan oleh sebuah bintang yang meledak. Nebula Crab adalah hasil dari sebuah supernova yang terlihat pada 1045 AD. Pada pusat nebulanya ada sebuah pulsar: sebuah bintang neutron mirip matahari tapi hanya berukuran seperti sebuah kota kecil. ![]() Badai yang Sempurna: Dibentuk oleh angin dan radiasi yang kuat, bentuknya fantastis, berombak di dalam ruang perbintangan yang dikenal sbg M17, Nebula Omega, yang berjarak 5500 tahun cahaya dari rasi Sagitarius. ![]() Dua galaksi ini sedang saling menarik satu sama lain. Dikenal dengan sebutan The Mice karena ekor-ekornya yang panjang, mereka mungkin akan terus menerus bertubrukan hingga menjadi bersatu. source :gambar dari nasa |
Jumat, 24 Desember 2010
Top 10 Fenomena Penuh Misteri di Luar Angkasa
1. Tabrakan Antar Galaksi
Ternyata galaksi pun dapat saling “memakan” satu sama lain. Yang lebih mengejutkan adalah galaksi Andromeda sedang bergerak mendekati galaksi Bima Sakti kita. Gambar di atas merupakan simulasi tabrakan Andromeda dan galaksi kita , yang akan terjadi dalam waktu sekitar 3 milyar tahun.
Credit: F. Summers/C. Mihos/L. Hemquist
2. Quasar
Quasar tampak berkilau di tepian alam semesta yang dapat kita lihat. Benda ini melepaskan energi yang setara dengan energi ratusan galaksi yang digabungkan. Bisa jadi quasar merupakan black hole yang sangat besar sekali di dalam jantung galaksi jauh. Gambar ini adalah quasar 3C 273, yang dipotret pada 1979.
Credit: NASA-MSFC
3. Materi Gelap (Dark Matter)
Para ilmuwan berpendapat bahwa materi gelap (dark matter) merupakan penyusun terbesar alam semesta, namun tidak dapat dilihat dan dideteksi secara langsung oleh teknologi saat ini. Kandidatnya bervariasi mulai dari neotrino berat hingga invisible black hole. Jika dark matter benar-benar ada, kita masih harus membutuhkan pengetahuan yang lebih baik tentang gravitasi untuk menjelaskan fenomena ini.
Credit: Andrey Kravtsov
4. Gelombang Gravitasi (Gravity Waves)
Gelombang gravitasi merupakan distorsi struktur ruang-waktu yang diprediksi oleh teori relativitas umum Albert Einstein. Gelombangnya menjalar dalam kecepatan cahaya, tetapi cukup lemah sehingga para ilmuwan berharap dapat mendeteksinya hanya melalui kejadian kosmik kolosal, seperti bersatunya dua black hole seperti pada gambar di atas. LIGO dan LISA merupakan dua detektor yang didesain untuk mengamati gelombang yang sukar dipahami ini.
Credit: Henze/NASA
5. Energi Vakum
Fisika Kuantum menjelaskan kepada kita bahwa kebalikan dari penampakan, ruang kosong adalah gelembung buatan dari partikel subatomik “virtual” yang secara konstan diciptakan dan dihancurkan. Partikel-partikel yang menempati tiap sentimeter kubik ruang angkasa dengan energi tertentu, berdasarkan teori relativitas umum, memproduksi gaya antigravitasi yang membuat ruang angkasa semakin mengembang. Sampai sekarang tidak ada yang benar-benar tahu penyebab ekspansi alam semesta.
Credit: NASA-JSC-ES&IA
6. Mini Black Hole
Jika teori gravitasi “braneworld” yang baru dan radikal terbukti benar, maka ribuan mini black holes tersebar di tata surya kita, masing-masing berukuran sebesar inti atomik. Tidak seperti black hole pada umumnya, mini black hole ini merupakan sisa peninggalan Big Bang dan mempengaruhi ruang dan waktu dengan cara yang berbeda.
Credit: NASA-MSFC
7. Neutrino
Neutrino merupakan partikel elementer yang tak bermassa dan tak bermuatan
yang dapat menembus permukaan logam. Beberapa neutrino sedang menembus tubuhmu saat membaca tulisan ini. Partikel “phantom” ini diproduksi di dalam inti bintang dan ledakan supernova. Detektor diletakkan di bawah permukaan bumi, di bawah permukaan laut, atau ke dalam bongkahan besar es sebagai bagian dari IceCube, sebuah proyek khusus untuk mendeteksi keberadaan neutrino.
Credit: Jeff Miller/NSF/U. of Wisconsin-Madison
8. Ekstrasolar Planet (Exoplanet)
Hingga awal 1990an, kita hanya mengenal planet di tatasurya kita sendiri. Namun, saat ini astronom telah mengidentifikasi lebih dari 200 ekstrasolar planet yang berada di luar tata surya kita. Pencarian bumi kedua tampaknya belum berhasil hingga kini. Para astronom umumnya percaya bahwa dibutuhkan teknologi yang lebih baik untuk menemukan beberapa dunia seperti di bumi.
Credit: ESO
9. Radiasi Kosmik Latarbelakang
Radiasi ini disebut juga Cosmic Microwave Background (CMB) yang merupakan sisa radiasi yang terjadi saat Big Bang melahirkan alam semesta. Pertama kali dideteksi pada dekade 1960 sebagai noise radio yang nampak tersebar di seluruh penjuru alam semesta. CBM dianggap sebagai bukti terpenting dari kebenaran teori Big Bang. Pengukuran yang akurat oleh proyek WMAP menunjukkan bahwa temperatur CMB adalah -455 derajat Fahrenheit (-270 Celsius).
Credit: NASA/WMAP Science Team
10. Antimateri
Rabu, 01 Desember 2010

VIVAnews - Komet berwarna kehijauan dengan "dua ekor" bernama Lulin akan berada di posisi terdekat dengan bumi, Selasa pukul 22.43 waktu Amerika bagian timur (ET) atau sekitar Rabu pagi WIB.
Dengan jarak 38 mil atau sekitar 61 juta kilometer, Komet Lulin bisa dilihat dengan mata telanjang.
Ini karena bintang berekor yang juga dikenal sebagai "komet hijau" ini akan mencapai tingkat warna paling terang dan laju paling cepat saat berjarak 38 mil dari Bumi kira-kira pada pukul 22.43 ET.
Komet Lulin ditemukan pertama kali 11 Juli 2007 lalu oleh Quanzhi Ye, mahasiswa Universitas Sun Yat Sen, China, saat sedang mempelajari foto hamparan bintang hasil jepretan astronom Taiwan, Chi Sheng Lin, di Lulin Observatory.
Seperti dikutip dari laman News-Press, Selasa 24 Februari 2009, Lulin akan tampak terang saat dilihat dari mulai senja hingga fajar di berbagai belahan bumi. Jika dipandang jauh dari gemerlap lampu kota, maka Lulin bisa dilihat dengan mata telanjang.
Selain itu, maka teleskop atau binokuler bisa digunakan. Bintang berekor ini dapat ditemukan di bawah planet Saturnus, di konstelasi Leo.
Lulin akan bergerak dengan kecepatan 60 ribu mph (mil per jam), cahaya benda langit ini akan sangat terang. Namun itu relatif. "Karena sangat dekat dengan bumi, seharusnya Lulin menjadi komet paling terang.
Tetapi hal itu tergantung lokasi kita saat melihatnya. Jika melihat dari daerah pedesaan Lulin akan terlihat sangat terang," kata Rich Talcott, seorang pemimpin redaksi majalah Astronomy.
Ahli perbintangan mengatakan, Lulin akan tampak seperti bola mungil dengan dua ekor, satu ekor di depan, dan satu lagi di belakang. Satu ekor berpendar dan ekor lain mengarah ke matahari.
Ini yang menjadikan Lulin berbeda dengan komet lain yang biasanya hanya memiliki satu ekor. Lulin mengorbit berlawanan arah dengan orbit planet.
Nuansa kehijauan Lulin berasal dari jenis gas beracun, karbon dan cyanogen.
VIVAnews - Para peneliti Eropa mengklaim telah menemukan dua planet yang mirip dengan bumi. Planet Gliese 581e memiliki ukuran mirip bumi, sementara planet lainnya, Gliese 581d memiliki kemiripan karakter dengan bumi sehingga kemungkinan besar dapat ditempati mahluk hidup. Kedua planet ini terletak di konstelasi Libra.
"Penemuan planet berbatu mirip bumi di lokasi yang memungkinkan makhluk hidup berkembang ini merupakan tonggak penelitian eksoplanet," kata Michel Mayor, peneliti astrofisika asal Universitas Jenewa, Swiss, saat melakukan presentasi di Universitas Hertfosrdhire, Inggris, Selasa 21 April 2009.
Planet Gliese 581e berukuran 1,9 kali besar bumi. Selama ini, planet yang ditemukan di luar tata surya matahari rata-rata berukuran sebesar planet Yupiter. Gliese 581e terletak di dekat bintang Gliese sehingga terlalu panas untuk ditinggali.
"Tapi penemuan planet yang terletak 20,5 tahun cahaya dari tata surya ini tetap sebuah langkah maju untuk menemukan planet mirip bumi," ujar Mayor.
Sementara planet Gliese 581d yang ditemukan pada 2007 terletak di posisi yang memungkinkan air untuk mencair di permukaan planet. Rekan Mayor, Stephane Udry mengatakan Gliese 581d kemungkinan besar tidak terbentuk dari bebatuan saja.
"Planet itu bisa saja memiliki lautan luas dan dalam, planet ini merupakan kandidat planet yang memiliki cadangan air pertama" kata Udry.
Pesaing tim Mayor, Geoff Marcy dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat memuji penemuan Gliese 581e. "Penemuan ini sangat luar biasa artinya bagi riset planet mirip bumi, pasti masih ada miliaran planet mirip bumi lainnya di galaksi," kata Marcy melalui surat elektronik kepada Associated Press. (AP)
Seperti dikutip dari Xinhua, tempat itu akan digunakan untuk meluncurkan komponen bagi stasiun angkasa luar masa depan dan dimanfaatkan sebagai tempat eksplorasi angkasa luar, serta peluncuran satelit komunikasi.
Pusat angkasa luar itu dijadwalkan akan dibuka pada 2013 di lokasi 19 derajat Lintang Utara, lebih ke selatan dibanding lokasi pusat angkasa luar lain, sehingga lebih memungkinkan untuk meluncurkan satelit komunikasi geostasioner. Menurut State Council dan komite militer pusat CPC, roket-roket yang digunakan tidak beracun dan bebas polusi.
China memiliki ambisi besar dalam misi angkasa luar. Selain berencana mendirikan stasiun angkasa luar, China juga berencana mendaratkan pesawat tak berawak di Bulan dalam kurun tiga tahun ini, serta medaratkan manusia dalam misi Bulan pada 2017, mendahului recana misi Amerika Serikat.
Pusat angkasa luar lain terletak di Jiuquan, Taiyuan dan Xichang. Sejauh ini, pusat kontrol tersebut sudah melakukan lebih dari 100 peluncuran

VIVAnews - Tim astronom Amerika Serikat (AS) menemukan sebuah planet mirip Bumi di sistem tata surya lain. Planet itu lebih besar dari Bumi dan memiliki kandungan air. Hasil temuan tim dari Harvard-Smithsonian Centre for Astrophysics itu dipublikasikan di jurnal Nature, Rabu 16 Desember 2009.
Planet itu diberi nama GJ 1214b. Berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi, planet itu mengitari matahari, yang lebih kecil dan kurang bercahaya dari matahari di tata surya kita.
Meski planet GJ 1214b kemungkinan besar memiliki atmosfer yang terlalu tebal dan terlalu panas bagi bentuk kehidupan seperti di Bumi, penemuan itu merupakan pencapaian besar dalam pencarian kehidupan di planet lain.
"Kegembiraan terbesar adalah karena kami menemukan sebuah dunia dengan kandungan air yang mengitari bintang yang sangat kecil dan sangat dekat, hanya berjarak 40 tahun cahaya dari sistem tata surya kita," kata David Charbonneau, profesor astronomi di Harvard University dan ketua tim penulis artikel di jurnal Nature, seperti dikutip dari laman stasiun televisi CNN.
Planet GJ 1214b tergolong sebagai "super-Earth" karena berukuran antara satu dan sepuluh kali lebih besar dibanding Bumi. Dalam beberapa tahun, para ilmuwan sudah mengetahui keberadaan planet-planet super ini. Sebagian besar yang ditemukan astronom berukuran sangat besar, sehingga lebih mirip planet Jupiter daripada Bumi.
Charbonneau mengatakan, kehidupan di planet GJ 1214b tersebut kemungkinan tidak akan mirip seperti kehidupan di Bumi. "Planet ini kemungkinan memiliki air yang berupa cairan," katanya.

VIVAnews - Sebuah bintang bernama T Pyxidis siap meledak dengan kekuatan setara 20 miliar miliar miliar megaton bahan peledak TNT. Menurut para ilmuwan, ledakan dahsyat (supernova) tersebut bisa melenyapkan Bumi dari Galaksi Bimasakti.
Seperti dikutip dari laman harian Telegraph, Rabu 6 Januari 2010, meski bintang tersebut ditaksir berjarak sekitar 3.260 tahun cahaya, ledakan dari termonuklir bisa menghapus lapisan ozon Bumi. Dalam konteks galaksi, jarak 3.260 tahun cahaya itu terhitung dekat.
Para pakar astronomi dari Villanova University, Philadelphia, Amerika Serikat, mengatakan bahwa satelit penjelajah, International Ultraviolet Explorer, menunjukkan T Pyxidis memiliki dua bintang yang salah satunya disebut kurcaci putih yang menyedot gas dan terus membesar. Saat si kurcaci putih itu mencapai massa tertentu, maka dia akan meledak dengan sendirinya menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil kecil.
Ledakan itu akan sama terangnya dengan bintang-bintang lain di galakasi ini yang dikumpulkan. Teleskop angkasa luar Hubble telah mengambil gambar bintang yang sedang bersiap melakukan ledakan maha dahsyat (bing bang) dengan serangkaian ledakan yang lebih kecil yang disebut "nova."
Ledakan semacam ini terjadi secara teratur setiap 20 tahun sekali sejak 1890, tetapi berhenti setelah tahun 1967. Jadi, kata ilmuwan Edward M Sion, Patrick Godon, dan Timothy McClain dari American Astronomical Society di Washington, Amerika Serikat, ledakan berikutnya diperkirakan akan terjadi dalam kurun 20 tahun ke depan.
Robin Scagell, wakil presiden Society for Popular Astronomy, Inggris, mengatakan, "Bintang itu kemungkinan akan segera menjadi supernova, tetapi kata 'segera' bisa berarti masih lama lagi, jadi jangan khawatir."

Seperti dikutip dari FOX News, Jumat 30 April 2010, pesawat angkasa luar milik NASA, Cassini, saat ini sedang mengorbit Saturnus, planet kedua terbesar dalam tata surya setelah Yupiter. Cassini sedang berada di posisi terdekat dengan Saturnus, dan merekam data paling terperinci dari badai yang mengelilingi Saturnus.
Namun, astronom-astronom amatir di Bumi juga bisa mengamatinya. "Kami sangat antusias karena mendapat 'dukungan' dari para amatir," kata ilmuwan Cassini, Gordon Bjoraker, anggota tim ilmuwan Cassini di Greenbelt, Maryland, AS.
Data yang diperoleh Cassini, sebuah badai turbulen, mengeruk banyak sekali material dari atmosfer dan menutupi sebuah wilayah seluas lima kali lebih luas dibanding badai salju terbesar yang menghantam Bumi tahun ini, yakni badai "Snowmageddon" yang menyelimuti kawasan Washington, D.C. dengan salju pada Februari lalu.
Instrumen gelombang plasma dan radio dalam pesawat Cassini, serta kamera, merekam guntur dan petir di Saturnus selama bertahun-tahun di daerah sekitar garis lintang Saturnus yang disebut "storm alley" tersebut.

VIVAnews - Ilmuwan memgkhawatirkan datangnya bencana badai matahari yang bakal menimbulkan ledakan energi yang demikian besar, tiga tahun mendatang atau pada 2013.
Badai matahari yang pernah terjadi pada 1859 dan 1989, itu membawa ancaman serius terhadap kerusakan jaringan listrik, hancurnya sistem komunikasi, kacaunya navigasi penerbangan, menipisnya stok pangan dunia, serta tak berfungsinya jaringan internet. Akibatnya, bumi akan diselimuti cahaya aurora dan terciptanya badai awan di kota-kota besar seperti London, Paris dan New York.
Beberapa tokoh dunia cemas, tak kurang Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox yang bergelar doktor sampai menggelar konferensi pers darurat di London 20 September lalu, meminta para ilmuwan menyusun strategi antisipasi. Penasihat pertahanan AS Dr Avi Schnurr juga mengingatkan agar dunia tak berpangku tangan menghadapi potensi bencana dahsyat ini.

VIVAnews - Astronom akhirnya mengonfirmasikan bahwa mereka kini telah memiliki foto-foto tentang tabrakan yang terjadi antar asteroid di luar angkasa. Foto tersebut diambil oleh teleskop Hubble pada Januari sampai Mei 2009.
Saat pertamakali peneliti menemukan objek di sabuk asteroid, terlihat pola berbentuk seperti ekor di belakangnya. Awalnya, astronom mengira bahwa foto yang diambil Hubble merupakan foto komet. Akan tetapi, setelah disimak, ada partikel-partikel yang tersusun dalam bentuk X.
Diperkirakan, sebuah bongkahan batu berukuran 3 sampai 5 meter menghantam asteroid yang lebih besar dengan kecepatan sekitar 18 ribu kilometer per jam. Tabrakan tersebut menghasilkan pola berbentuk X yang ditangkap oleh Hubble.
“Kemungkinan, efek yang ditimbulkan sama dengan kekuatan bom atom berukuran kecil,” kata David Jewitt, astronom dari UCLA yang memimpin penelitian Hubble. seperti dikutip dari Livescience, 14 Oktober 2010.
Colin Snodgrass, astronom dari Max Planck Institute for Solar System Research di Katlenbrug-Lindau, Jerman menyebutkan, kini astronom dapat mengamati secara langsung jejak-jejak bekas tabrakan yang terjadi secara langsung. “Sebelumnya, kami hanya dapat mengamati bekas-bekas tabrakan yang terjadi jutaan tahun yang lalu,” ucapnya.
Setelah tabrakan tersebut, asteroid yang berukuran kecil kemudian menguap, sambil merontokkan material dari asteroid yang berukuran lebih besar. Setelah itu, tekanan dari radiasi matahari menyapu kepingan-kepingan tersebut ke belakang asteroid, membentuk ekor serupa komet.
Dari foto-foto yang diambil Hubble, diperkirakan partikel-partikel pecahan tersebut tersebar hingga 120 meter. Adapun ‘ekor’ asteroid tersebut mengandung debu berukuran 1 sampai 2,5 milimeter yang jika dikumpulkan cukup untuk membuat bola berukuran 20 meter.

VIVAnews - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) baru-baru ini menemukan dua gelembung radiasi misterius yang berada di pusat galaksi Bima Sakti.
Adalah teleskop luar angkasa Fermi yang telah menemukan dua gelembung besar yang timbul dari pusat galaksi Bima Sakti tersebut. Teleskop menunjukkan bahwa gelembung berisi radiasi sinar Gamma dan sinar-x tersebut, membesar masing-masing hingga 25 ribu tahun cahaya ke atas dan bawah cakram galaksi.
Diperkirakan, masing-masing gelembung radiasi di tiap sisi galaksi mengandung energi sekitar 100 ribu kali ledakan supernova. "Gelembung-gelembung itu berukuran sangat besar," kata Doug Finkbeiner, pemimpin peneliti dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, yang menemukan gelembung itu, kepada New York Times.
Hingga kini bola energi itu masih diselimuti kabut misteri. Para ilmuwan masih belum berhasil mengidentifikasinya. Salah satu kemungkinan, seperti dilansir oleh situs Wired, gelembung itu disebabkan oleh adanya lubang hitam supermasif di pusat galaksi.
Dengan bobot yang diperkirakan lebih dari 4 juta kali massa matahari itu, lubang hitam tersebut dapat menyebabkan ledakan energi yang berbahaya bila materi yang mengelilinginya, jatuh ke dalam lubang hitam.
Kemungkinan lainnya, gelembung itu disebabkan oleh ledakan bintang pada inti galaksi. Ledakan bintang semacam ini disebabkan oleh pelepasan energi oleh ledakan supernova dan angin antariksa, yang biasanya mengikuti sebuah episode dari formasi bintang. Diperkirakan ini terjadi sekitar 10 juta tahun yang lalu.
David Spergel, seorang pakar astrofisika dari Princeton, mengaku heran, karena gelembung yang besarnya nyaris menyamai galaksi Bima Sakti sendiri baru ditemukan belakangan.
"Gelembung ini menunjukkan bahwa aktivitas alam semesta ini penuh dengan kejutan," kata Kepala tim Astrofisika NASA Jon Morse.
Apapun itu, yang pasti gelembung ini ditargetkan akan dapat diselidiki lebih lanjut oleh instrumen baru, termasuk oleh pesawat luar angkasa Planck (yang diluncurkan 2009), dan teleskop sinar-x eROSITA yang bakal diluncurkan pada 2012.

VIVAnews - Kuburan astronom terkenal asal Denmark dari abad 16, Tycho Brahe, digali kembali oleh para peneliti untuk memecahkan misteri kematiannya.
Makam Brahe yang terletak di Gereja Tyn Church, Praha Ceko, akan diperiksa kembali oleh tim peneliti internasional yang beranggotakan arkeolog dari Ceko dan Denmark, dokter, pakar kimia, serta antropolog kesehatan.
Mereka akan melakukan pengujian DNA serta diagnostik modern lain untuk mempelajari sebanyak mungkin data tentang kesehatan Tycho Brahe semasa hidupnya.
Brahe adalah astronom besar yang meninggal pada 1601 dan dikenal sebagai pembuat alat pengukuran bintang dan planet yang paling akurat, tanpa bantuan dari teleskop.
"Kami tidak tahu apa yang kira-kira akan kami temukan dan kami juga tidak mengetahui bagaimana tulang-tulang Tyhcho Brahe diawetkan," ujar Jens Vellev, ketua tim peneliti yang berasal dari Aarhus University, kepada Space.com.
Ini juga akan diikuti oleh kru film yang akan mendokumentasikan investigasi terhadap sisa jenazah Brahe.
"Ini adalah kesempatan langka untuk mengikuti kelompok peneliti dari Denmark dan luar negeri untuk mengungkap era Tycho Brahe, kehidupannya, juga kematiannya," kata Anna Elisabeth Jessen, tim dokumentasi dari Danish Broadcasting Corporation.
Penelitian terhadap kehidupan Brahe memang menarik, karena ia adalah sosok ilmuwan yang kehidupannya diwarnai oleh banyak kisah.
Ia dikenal sebagai ilmuwan yang menggunakan hidung porstetik (tiruan) dari perak akibat kehilangan sebagian hidungnya saat berduel di malam gelap.
Semasa hidupnya, Brahe telah mengkatalogkan lebih dari 1.000 bintang, menemukan konstelasi Casiiopeia pada 1527, serta berhasil membuktikan bahwa komet adalah obyek luar angkasa bukan di atmosfer bumi.
Menurut badan antariksa dan penerbangan AS NASA, Brahe juga sempat mempekerjakan ilmuwan terkenal lain, Johannes Kepler, sebagai asistennya.
Kematian Brahe banyak disebut, disebabkan oleh infeksi kandung kemih, gara-gara enggan ke toilet saat menghadiri perjamuan, karena alasan etika kesopanan.
Selang sebelas hari setelah perjamuan, Brahe meninggal. Namun, ada juga yang mencurigai bahwa Brahe diracun karena ditemukan jumlah kadar air raksa yang tinggi di kumisnya.
Penelitian ini sendiri bukan merupakan upaya yang pertama. Sebelumnya, makam Brahe juga sempat dibongkar pada 1901, bertepatan dengan ulang tahun kematiannya yang ke-300, namun hasil penelitian tadi tidak tercatat dengan baik.
"Tidak ada hasil pengukuran data atau foto yang kami dapatkan dari penelitian pada tahun 1901. Hanya ada deskripsi fisik pada tengkorak yang tersisa," kata Vellev.
Pada penelitian kali ini, para peneliti akan mengambil sampel tulang-tulang dan sisa-sisa jenggot Brahe. Tak hanya itu, peneliti juga berharap akan menemukan sisa-sisa baju sutra yang digunakan.
Makam Brahe akan diteliti selama empat hari, sejak Jumat mendatang. Diperkirakan misteri kematian Brahe akan bisa diungkap pada 2011.
VIVAnews - Teleskop Chandra milik NASA menemukan bukti bahwa ada black hole di kawasan jagat raya kita. Dari bukti yang didapat, diperkirakan lubang hitam tersebut baru berusia 30 tahun.
NASA menyatakan, penemuan ini memberi secercah harapan untuk mengetahui bagaimana sebuah bintang raksasa meledak dan meninggalkan lubang hitam di sejumlah galaksi, termasuk di Bimasakti.
Lubang hitam berusia 30 tahun yang diberi nama SN 1979C itu berjarak sekitar 50 juta tahun cahaya dari Bumi. “Jika interpretasi kami tepat, ini merupakan contoh kelahiran lubang hitam paling dekat yang pernah diamati,” kata Daniel Patnaude, astronom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics yang mengetuai penelitian.
Seperti dikutip dari TG Daily, 17 November 2010, data dari berbagai sumber menyatakan bahwa ada sumber sinar X terang yang stabil sejak 1995 sampai 2007. Kesimpulan NASA, sumber itu merupakan lubang hitam yang sedang memakan material yang ia hisap ke dalamnya.
Tim peneliti yakin bahwa SN 1979C, yang pertamakali ditemukan oleh para astronom amatir pada tahun 1979 lalu, terbentuk saat sebuah bintang yang berukuran 20 kali lebih besar dari matahari hancur.
“Meski demikian, sangat sulit untuk mendeteksi kelahiran lubang hitam seperti ini karena membutuhkan pengamatan sinar X selama beberapa dekade,” ucap Abraham Loeb, peneliti lain dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics.
Walaupun NASA mengenali objek ini sebagai lubang hitam, ada kemungkinan pula bahwa objek yang memancarkan sinar X tersebut merupakan bintang neutron muda yang berputar sangat cepat dengan angin kencang yang terdiri dari partikel energi tinggi.
Jika benar demikian, maka ini akan menjadikan SN 1979C sebagai contoh ‘angin pulsar nebula’ yang paling muda dan paling terang serta bintang neutron termuda yang pernah diketahui.

VIVAnews - Sebuah nanosatelit berukuran tak lebih besar dari sebungkus roti tawar dan memiliki nama serupa dengan kue kering favorit anak-anak diluncurkan ke luar angkasa. Oleh NASA, satelit mini tersebut ditugasi untuk mempelajari bagaimana sumber kehidupan berlangsung di jagat raya.
O/Oreos, nama satelit yang diluncurkan, merupakan singkatan dari Organism/Organic Exposure to Orbital Stresses. Satelit berbobot sebesar 5,4 kilogram merupakan nanosatelit pertama yang memiliki dua tugas eksperimen.
Eksperimen “Space Environment Survivability of Live Organisms” akan mempelajari pertumbuhan, kesehatan, dan adaptabilitas mikroorganisme yang hidup di lingkungan asing dan daratan kering. Setelah O/Oreos mencapai orbit, eksperimen akan memberi umpan dan menumbuh kembangkan sekelompok mikroba, dan mengukur respon mereka terhadap radiasi serta kondisi tanpa gravitasi.
Pada eksperimen, peneliti akan memantau apakah mikroba tersebut tetap makan dengan cara yang benar. Adapun nutrisi yang disediakan telah diberi warna, sehingga, jika mereka sehat, mereka akan berubah warnanya.
Eksperimen kedua, bertajuk “Space Environment Viability of Organics” akan memantau apa yang terjadi terhadap empat kelas molekul organik setelah mereka terekspos terhadap kondisi luar angkasa. Eksperimen ini didesain untuk dapat bertahan selama 6 bulan, dan O/Oreos akan dapat mengirimkan data penelitiannya selama sekitar satu tahun.
Dengan peluncuran di atas, NASA berharap satelit itu akan membuktikan bahwa melakukan eksperimen astrobiologi di luar angkasa dapat dilakukan tanpa perlu menggelar misi penelitian di stasiun luar angkasa.
“Kami berusaha untuk menunjukkan bahwa nanosatelit seperti O/Oreos dapat memenuhi kebutuhan para peneliti yang memiliki ide besar dan target penting,” ucap Bruce Yost, O/Oreos Mission Manager Ames Research Center, NASA, seperti dikutip dari PopSci, 22 November 2010.
Untuk mengorbit, O/Oreos menumpang roket Air Force Minotaur IV dari Kodiak, Alaska. Ia mulai mengirimkan sinyal radio setelah mencapai orbit sekitar 640 kilometer dari permukaan Bumi. Setelah misinya selesai, O/Oreos juga akan menjadi satelit pertama yang menggunakan mekanisme tanpa propellant untuk kembali ke Bumi.

VIVAnews - Extrasolar planet atau disingkat dengan exoplanet merupakan planet berada di luar sistem tata surya kita. Per 22 November 2010, astronom mengumumkan mereka telah berhasil mendeteksi 502 buah planet tersebut.
Diperkirakan, ada ratusan bintang yang merupakan exoplanet, dan masih perlu diinvestigasi lebih lanjut.
Menurut Jean Schneider, astronom dari Paris-Meudon Observatory yang mengumpulkan Extrasolar Planets Encyclopedia, planet-planet itu ditemukan kurang dari 20 tahun sejak penemuan exoplanet pertama.
Seperti dikutip dari Space, 23 November 2010, extrasolar planet ke-500 yang ditemukan merupakan planet yang diberi nama HIP 13044b. Planet ini merupakan planet yang lahir di galaksi lain namun ditarik dan berada di dalam galaksi Bima Sakti.
Sejauh ini, data-data seputar planet-planet baru yang ditemukan didapat dari observatorium ruang angkasa Kepler milik NASA. Observatorium itu didesain mendeteksi planet-planet yang ada di galaksi.
“Sampai saat ini, Kepler berhasil menemukan lebih dari 700 kandidat bintang yang layak untuk ditelusuri lebih lanjut dan sebagian besar di antaranya kemungkinan merupakan planet,” kata Jon Jenkins dari Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI) yang mengepalai penelitian dan misi Kepler.
Penemuan exoplanet merupakan hal yang sangat positif. Sebagai informasi, sekitar dua bulan lalu, astronom mengumumkan ditemukannya exoplanet serupa Bumi yang berpotensi untuk dihuni manusia.

VIVAnews - Rencana Amerika Serikat mengirim astronot untuk eksplorasi ruang angkasa yang diperkirakan meninggalkan orbit Bumi di tahun 2025 dan mencapai Mars di tahun 2035, terancam. Pasalnya, radiasi matahari dapat menunda keberangkatan ke Mars selama beberapa dekade ke depan.
Seperti diketahui, Matahari memancarkan radiasi kosmik mematikan. Selama manusia tetap berada di atmosfir Bumi, ancaman radiasi itu bisa dibilang nihil. Akan tetapi, jika manusia pergi ke luar atmosfir, mereka terancam terkena kanker atau penyakit lain akibat radiasi.
Tingkat radiasi Matahari sendiri beragam, tergantung pada aktivitas Matahari yang terdiri dari beberapa siklus yang sudah terpolakan. Menurut penelitian terbaru John Norbury, astronom dari NASA, siklus inilah yang jadi sumber masalah.
“Matahari punya siklus yang disebut Schwabe cycle, di mana aktivitas bintik matahari mencapai puncaknya, atau disebut juga solar maximum yang terjadi tiap 11 tahun,” kata Norbury, seperti dikutip dari io9, 24 November 2010. “Saat itu terjadi, ada letupan api dan penyemburan korona secara massal. Keduanya menyebarkan radiasi mematikan ke seluruh sistem tata surya,” ucapnya.
Fenomena solar maximum terakhir terjadi pada tahun 2002. Artinya, fenomena tersebut akan berulang di tahun 2013, 2024, dan 2035. “Solar maximum di 2024 dan 2035 ini berbahaya jika Amerika Serikat tetap berencana mengirim manusia ke orbit pada 2025, dan tiba di Mars tahun 2035,” kata Norbury.
Jika hanya itu masalahnya, kata Norbury, mudah saja menggeser waktu peluncuran misi manusia ke Mars agar terhindar dari solar maximum. Sayangnya, ada masalah lain yang jauh lebih besar, yakni siklus Gleissberg Matahari.
Siklus Gleissberg adalah siklus yang lebih panjang yang puncaknya terjadi setiap 80 sampai 90 tahun sekali. Artinya, semburan yang dilontarkan Matahari secara signifikan lebih mematikan. Saat fenomena itu terjadi, setiap perjalanan ke luar orbit Bumi sangat berbahaya, dan bisa dibilang tidak dimungkinkan. Lalu, kapan puncak siklus Gleissberg akan kembali terjadi?
Tak ada yang bisa memastikan. Alasannya, untuk mengetahui kapan siklus terakhir muncul, peneliti perlu memeriksa data rekaman bintik matahari selama beberapa abad terakhir, dan data tersebut tidak ada karena foto-foto rupa Matahari baru tersedia beberapa waktu terakhir.
Ada cara lain untuk memperkirakannya yakni menggunakan carbon-14 atau radiocarbon. Menggunakan cara ini, ilmuwan cukup yakin bahwa solar maximum siklus Gleissberg pernah muncul di tahun 1790, 1870, dan 1950. Artinya, puncak siklus berikutnya akan muncul di tahun 2030 dengan kurun waktu bahaya berlangsung selama 20 tahun dari 2020 sampai 2040.
Padahal, di kisaran waktu itu, Amerika Serikat, China, dan negara-negara lain berencana mengirimkan astronot ke Bulan dan ke Mars. Jika tingkat radiasi sangat tinggi dan mematikan, misi ke Mars bisa dipastikan akan mengalami kegagalan.
“Skenario terburuk adalah, jika manusia terpapar radiasi hingga level tertentu, mereka akan mengalami sakit parah dalam hitungan hari dan akan mengalami muntaber sampai mati di dalam kapsul ruang angkasa yang mereka naiki,” kata Lewis Dartnell, seorang astrobiologis dari University College of London.
Pengiriman astronot ke Mars dimungkinkan jika teknologi pelindung radiasi pada pesawat ulang alik berhasil ditingkatkan. Akan tetapi untuk menemukannya dibutuhkan investasi besar. Selain itu perlu juga menemukan langkah pencegahan munculnya efek samping.
Cara lain yang lebih mudah adalah mengirim manusia ke Mars di akhir dekade ini.

VIVAnews - Dulu para peneliti mengatakan adalah mustahil sebuah lubang hitam bisa melahap lubang hitam lainnya di antariksa. Namun, kini teka-teki itu terjawab sudah.
Baru-baru ini para peneliti menganalisa lubang hitam kanibal, yang bisa memakan lubang hitam lainnya yang berukuran lebih kecil.
"Saat dua lubang hitam bertabrakan, pada skenario astrofisika sebenarnya, mereka memiliki ukuran yang tidak sama," kata Carlos Lousto, peneliti Center for Computational Relativity and Gravitation, Rochester Institute of Technology, kepada Discovery News.
Bahkan para peneliti berhasil membuat simulasi kondisi yang sangat ekstrim, ketika sebuah lubang hitam besar yang berukuran masif, memangsa lubang hitam lain yang berukuran ratusan kali lebih kecil darinya.
Sebelumnya, para peneliti hanya berhasil menganalisa lubang hitam yang dapat melahap lubang hitam lain yang memiliki massa yang 10 kali lipat lebih kecil. "Pada beberapa bulan ke depan, saya pikir kami akan bisa menghadirkan solusi lebih besar, dengan perbandingan massa dua lubang hitam 1000:1," kata Lousto.
Bagaimanapun, kata Lousto, ini merupakan masalah yang rumit. Sebab analisa seperti ini musti dilakukan oleh sebuah superkomputer. "Kami memerlukan resource superkomputer yang sangat besar."
Untuk analisa yang paling mutakhir saja, Lousto dan kawan-kawannya menggunakan superkomputer di Texas Advanced Computing Center yang menggunakan 70 ribu unit prosesor. Simulasi itupun baru bisa diselesaikan setelah hampir 3 bulan.
Menurut rekan peneliti Lousto, Yosef Zlochower, simulasi lubang hitam kanibal ini bisa dibilang sangat penting, karena ini bisa menjembatani kesenjangan dua pendekatan riset yang sangat berbeda.
Yang pertama yang mulai melakukan pendekatan tubrukan dua lubang hitam yang berukuran sama, yang kedua, yang melakukan pendekatan tabrakan antara dua lubang hitam yang berukuran 1000:1. Hasil penelitian Lousto dan Zlochower telah didaftarkan untuk dipublikasikan pada journal Physical Review Letters.
Peristiwa saling memangsanya dua lubang hitam, bisa dideteksi dari gelombang gravitasi yang sangat intens. AS memiliki dua instrumen yang berusaha mendeteksi gelombang gravitasi tersebut, yakni melalui Laser Interferometer Gravitational Wave Observatory (LIGO) yang berbasis di bumi, serta Laser Interferometer Space Antenne (LISA) yang dijalankan oleh NASA.
VIVAnews - Kelahiran Matahari sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu di dalam sebuah nebula, tampaknya juga melahirkan ribuan bintang lain. Lalu, apa yang terjadi dengan saudara-saudara Matahari? Pencarian terus dilakukan, akan tetapi saudara-saudara Matahari itu bisa berada di mana saja di galaksi Bima Sakti.
Jika jumlahnya hanya dalam bilangan ribuan, mungkin tidak terlalu sukar untuk menemukannya. Sayangnya, galaksi Bima Sakti merupakan tempat tinggal dari sekitar 100 sampai 400 miliar bintang. Jika saudara-saudara Matahari itu berkumpul di salah satu sudut galaksi, mereka sulit ditemukan. Apalagi faktanya, mereka tersebar di seluruh penjuru galaksi.
Tahun lalu, Simon Portegies Zwart, astronom Belanda menyebutkan bagaimana cara mencari saudara dekat Matahari. Ia membuat model bagaimana bintang-bintang berpencar saat mengorbit di titik tengah galaksi dan yakin bahwa antara 10 sampai 60 bintang saudara Matahari berada di jarak yang dekat dengan Bumi. Tidak sampai 330 tahun cahaya jauhnya.
Zwart menyebutkan, bintang-bintang ini memiliki usia, komposisi kimia, dan pergerakan yang sama dengan Matahari. Artinya, bintang-bintang itu juga dapat menggambarkan pada kita bagaimana sistem tata surya lahir.
Jika ada beberapa lusin saudara kembar Matahari di sekitar tata surya, menemukannya tentu tidak sulit. Akan tetapi, Yury Mishurov, astronom Russia tidak sependapat.
Menurut Mishurov, model yang dikembangkan Zwart tidak cukup cerdas untuk menelurkan hasil yang akurat karena tidak menghitung efek lengan-lengan spiral milik galaksi. Alasannya, tonjolan dari badan utama Bima Sakti ini sangat mempengaruhi pergerakan bintang-bintang akibat efek gravitasi yang luar biasa.
Menurut kalkulasi terbaru Mishurov, saudara-saudara Matahari jauh lebih tersebar di penjuru galaksi dibanding perkiraan Zwart. Diperkirakan, hanya ada 3 sampai 4 bintang yang tersisa di sekitar Matahari.
“Meski masih banyak yang harus dilakukan, akan tetapi saya cukup gembira dengan penemuan ini,” kata Mishurov, seperti dikutip dari Sciencemag, 24 November 2010.
“Ini merupakan langkah logis berikutnya, dan pada akhirnya, yang terpenting adalah apakah kita akan dapat menemukan saudara kandung Matahari kita. Adalah kesalahan besar jika kita menyerah untuk mencarinya,” ucap Mishurov.
Sayangnya, tidak seluruh astronom sepakat dengan Mishurov. Gerard Gilmore, astronom dari Cambridge, menyebutkan bahwa mencari bintang yang memiliki rupa seperti Matahari tidaklah sulit. Akan tetapi, melacak sampai ke tempat kelahirannya merupakan hal mustahil.
Walaupun penemuan saudara kandung Matahari akan memberikan dampak positif bagi ilmu pengetahuan, Gerard meragukan apakah Matahari tersebut dapat dicari. "Tentunya sangat menarik jika Matahari punya saudara kembar yang identik lengkap dengan sistem planet-planet yang serupa dengan tata surya kita, di mana ada planet yang serupa Bumi berotasi di Matahari tersebut."

VIVAnews - Sebuah tim peneliti internasional baru-baru ini menyimpulkan bahwa kelahiran Andromeda, galaksi tetangga yang terdekat dengan galaksi Bima Sakti, dibidani oleh tabrakan dua galaksi.
Menurut tim tersebut, Andromeda berasal dari dua galaksi yang bertubrukan pada sekitar sembilan miliar tahun lalu, sebelum pada akhirnya melakukan fusi (bergabung) secara permanen, pada sekitar 5,5 miliar tahun yang lalu.
Hasil riset tim peneliti yang telah dipublikasikan pada Astrophysical Journal itu, juga telah berhasil disimulasikan melalui komputer. Kedua galaksi asal, adalah galaksi-galaksi yang memiliki ukuran lebih kecil dari ukuran Andromeda saat ini.
"Banyak pakar astronomi, khususnya spesialis di bidang ini mengira bahwa galaksi Andromeda kemungkinan merupakan hasil dari merjer yang lebih besar. Namun, hingga kini hal itu tidak pernah teruji," kata Francois Hammer, kepala penelitian dari Observatorium Paris, Perancis, kepada BBC.
Lebih jauh, Hammer juga mewanti-wanti kemungkinan untuk merevisi semua pengetahuan tentang adanya kelompok galaksi lokal yang disebut-sebut sebagai kelompok 40 galaksi terdekat.
"Tim kami menemukan sesuatu yang potensial merevisi pengetahuan kita semua tentang kelompok galaksi lokal. Dan ini mungkin ada kaitannya dengan jumlah materi gelap di galaksi-galaksi," kata Hammer.
Selama ini para peneliti menganggap galaksi Bima Sakti dan Andromeda adalah galaksi terbesar di antara galaksi-galaksi lain di kelompok 40 galaksi lokal. Dengan bantuan simulasi komputer, para astronom memandang Andromedia selama ini sebagai galaksi yang memiliki beberapa keunikan.
Antara lain piringan besar tipisnya yang meliputi cincin gas dan debu raksasa, gelembung masif di pusatnya, cakram raksasa yang lebih tebal, dan aliran bintang tua yang besar.
Tim Hammer juga berhasil membuat simulasi pembentukan Andromeda tersebut. Simulasi yang menggunakan komputer berkinerja tinggi pada National Astronomical Observatory of China (NAOC) dan Observatorium Paris itu, menggunakan delapan juta partikel untuk mensimulasikan bintang-bintang, gas, serta materi hitam pada Andromeda.
Menurut Dr Hammer, riset ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengetahui kelahiran dari galaksi kita, galaksi Bima Sakti. "Bukan berarti galaksi kelahiran Bima Sakti tidak melalui cara ini (merjer galaksi). Mungkin saja, tapi bila memang seperti itu, itu terjadi jauh sebelum Andromeda," katanya.

VIVAnews - Pemerintahan Obama telah membatalkan rencana ambisius NASA untuk mengeksplorasi bulan. Akan tetapi tidak demikian dengan Lockheed Martin, perusahaan pertahanan, keamanan, dan teknologi ruang angkasa asal AS.
Dilaporkan, Lockheed Martin akan menggelar misi yang disebut L2-Farside. Misi ini akan mengirimkan pesawat ruang angkasa Orion ke orbit stasiuner yang berlokasi di sisi balik bulan yang tidak terlihat dari Bumi.
Seperti diketahui, efek gravitasi yang terjadi antara Bumi dan Bulan telah memperlambat rotasi Bulan. Ini menyebabkan hanya satu sisi Bulan saja yang selalu dilihat manusia.
Misi tersebut, Lockheed menyebutkan, akan memiliki beberapa tujuan. Awalnya, menggunakan robot, astronot akan mempelajari apa yang ada di Bulan yang belum pernah dilihat oleh manusia sejak misi Apollo terakhir. Selain itu, misi juga berfungsi untuk menguji coba teknologi dan skill yang dibutuhkan untuk menyiapkan misi pendaratan manusia di asteroid, dan kemudian di Mars.
Rencananya, seperti dikutip dari PopSci, 26 November 2011, kapsul ruang angkasa Orion akan diparkir di titik L2 yang berada sekitar 65 ribu kilometer dari sisi belakang Bulan. Gravitasi Bumi dan Bulan akan memungkinkan Orion melayang dan mengambil posisi yang tepat.
Dari sana, Astronot akan menggelar penelitian terhadap permukaan dari jarak jauh, mengumpulkan contoh-contoh bebatuan dan mengamati lembah Aitken di kutub selatan Bulan, yang merupakan salah satu kawah yang tertua di sistem tata surya kita. Dari titik L2, kapsul akan terus berada di garis lurus dengan Bumi dan sisi balik Bulan.
Selain itu, misi jangka menengah itu juga akan menguji coba daya tahan baik kru dan kendaraan selama beberapa kali perjalanan satu bulan sebelum berusaha untuk melakukan misi ke asteroid. Misi yang diperkirakan akan berlangsung selama 6 bulan ini juga bertujuan memastikan kapsul dan tubuh astronot mampu bertahan terhadap radiasi ruang angkasa.
Dengan misi ini, Lockheed dan NASA juga ingin mencoba perjalanan masuk kembali ke atmosfir dengan kecepatan hingga 50 persen lebih tinggi. Uji coba ini perlu dilakukan agar pesawat ulang alik di masa depan dapat kembali lebih cepat dari ruang angkasa.
Terakhir, astronot di misi L2-Farside ini juga akan pergi 15 persen lebih jauh dari Bumi dibandingkan dengan yang dilakukan oleh astronot Apollo dan menghabiskan waktu tiga kali lebih banyak. Intinya, misi L2-Farside merupakan batu loncatan untuk mengetahui stamina manusia dan teknologi yang dibutuhkan untuk melakukan langkah selanjutnya di ruang angkasa.
Tentunya, dalam melaksanakan uji coba ini, Lockheed tidak sendiri. Mereka membutuhkan bantuan NASA untuk mengorbitkan kendaraan tersebut ke ruang angkasa. Jika peluncur jadi dibuat, Lockheed memperkirakan bahwa misi L2-Farside akan dapat digelar pada tahun 2016 mendatang.

VIVAnews - Rhea, bulan berbalut es milik planet Saturnus ternyata memiliki atmosfir yang mengandung oksigen dan karbondioksida yang sangat mirip dengan atmosfir planet Bumi. Menariknya, temuan itu membuka peluang adanya kehidupan di Rhea dan kemungkinan manusia bisa bernafas di sana.
Tampaknya, jumlah oksigen di Rhea jauh lebih banyak dibandingkan yang diperkirakan oleh astronom selama ini. Khususnya karena bulan tersebut tampaknya sangat beku dan padat.
Menurut data terakhir dari satelit Cassini, atmosfir tipis milik Rhea dijaga oleh dekomposisi kimia dari air es di permukaan Rhea. Diperkirakan, magnetosfer yang sangat besar dari Saturnus terus mengimbas ke air es Rhea, dan kemudian membantu menjaga kondisi atmosfir tersebut.
Saat ini, seperti dikutip dari io9, 27 November 2010, menurut pengamatan para astronom, diperkirakan oksigen milik Rhea tidaklah bebas. Namun terjebak di dalam samudera Rhea yang membeku.
Meski hadirnya oksigen di Rhea mudah dipahami, astronom lebih tertarik dengan karbondioksida yang ada di bulan itu. Gas yang tampaknya terjadi akibat reaksi antara molekul organik dan oksidan yang ada di permukaan bulan.
Jika demikian adanya, hal ini persis dengan kejadian yang berlangsung di planet Bumi, beberapa miliar tahun yang lalu.
Temuan ini juga merupakan bukti lebih lanjut bahwa ada kehidupan lain di sistem tata surya kita. Meski tampaknya hanya kehidupan di Bumi yang mengalami kondisi yang cukup bagus sehingga dapat bertahan hingga sejauh ini.

VIVAnews - Di pinggiran terjauh dari sistem tata surya kita diperkirakan terdapat sebuah perisai raksasa yang memerangkap miliaran komet beku.
Seperti dikutip dari Discovery News, perisai yang dinamakan sebagai Awan Oort (dinamai sesuai nama astronomer Belanda Jan Oort), diperkirakan terbentuk sejak 4,5 miliar tahun lalu.
Awan Oort letaknya sekitar 6 triliun mil dari matahari. Keberadaan komet-komet itu diperkirakan karena mereka tercerabut dari sistem bintang lain di luar tata surya kita.
Tapi kemudian, komet-komet tadi tertolak oleh gravitasi matahari sehingga terlempar sampai titik terjauh dari jangkauan pengaruh matahari, yakni di pinggiran medium antar bintang.
Memang tidak ada bukti langsung bahwa awan ini eksis, namun keberadaannya didasarkan frekuensi komet-komet yang telah memasuki sistem tata surya kita sejak sekitar 4,5 miliar tahun lalu.
Astronomer terkenal dari Southwest Research Institute (SWRI) di Boulder, Colorado AS, Hal Levinson, membuat sebuah model matematis untuk teori ini.
Berdasarkan pada seringnya komet-komet masuk ke dalam sistem tata surya kita, Levinson memperkirakan ada sekitar 400 miliar komet yang terperangkap di perisai awan Oort.
Tapi bila hanya memperkirakan dari material yang berasal selama masa pembentukan matahari, diperkirakan hanya ada sekitar 6 miliar komet di zona tersebut.
Menurut Levinson, komet- komet yang berasal dari luar sistem tata surya kita sudah kemungkinan sudah pernah nampak batang hidungnya. Misalnya saja komet yang memiliki periode orbit yang begitu panjang, seperti komet Hale-Bopp yang melewati bumi pada 1997.
Komet ini merupakan salah satu komet yang paling banyak diobservasi orang, di abad ini. Diperkirakan komet tersebut baru akan terlihat lagi pada tahun 6200.
Bila teori perisai komet Oort benar, komet-komet yang lalu lalang di dekat tata surya kita tak hanya akan menunjukkan kepada kita unsur-unsur kimia dari sistem tata surya lokal semata, melainkan juga unsur-unsur kimia dari komet yang berasal dari bintang lain.
Tak perlu lagi upaya untuk mengambil sampel-sampel tersebut dari tempat yang jauh, kita cuma perlu menunggu sampel tersebut jatuh ke bumi.